Pagi ini saya tergesa-gesa berangkat ke kantor hingga tidak menyadari ternyata kuku jempol kaki saya berdarah-darah. Sepertinya saya tidak sengaja menendang kursi meja makan, saya terkaget-kaget dan ngeri sendiri melihat darahnya. Awalnya tidak sakit, namun setelah melihat darah mengalir segar saya baru berasa pedih. Sambil mengobati jempol kaki saya dan membersihkan darahnya, saya jadi berpikir apa jangan-jangan sebenarnya ada banyak pedih yang sebenarnya kita rasa namun tidak kita rasa-rasa karena itu tersembunyi, kasat mata? Lalu setelah menyadari ada luka di sana, sensor rasa panik dan sakit baru menyeruak keluar hingga berjengit sesaat dan buru-buru mengobati. Pentingnya kesadaran dan membuka indera lebar-lebar pada setiap peristiwa, agar bisa diperbaiki dan diobati.
Mengingat kemarin malam saya marah-marah dan panas sendiri karena membaca tweet seorang Bapak yang sedang kultwit penyebab pemerkosaan adalah berpakaian sexy serta berbagai rentetan argumen sexist yang dia punya. Ih sebal sekali rasanya hingga yang tadinya Twitter saya gembok untuk privasi, pada akhirnya saya buka lagi karena saya mau komen ke Bapak-bapak itu, tapi rasanya sih tidak dibaca. Ya sudahlah, belum saatnya saya dan Bapak itu berkenalan. Eh tapi saya akhirnya unfollow Bapak itu demi tidur-tidur nyenyak saya di hari depan.
Kemarin saya jadi berpikir sebegitu istimewakah tubuh perempuan hingga akhirnya kepemilikan tubuh pun akhirnya harus diambil alih? Hak atas memiliki tubuh yang didogma serentetan hukum dan norma. Seolah tubuh perempuan ini salah dan menyebabkan hilangnya akal sehat laki-laki. Saya sebenarnya gemas sekali dengan pemikiran 'perempuan harus menjaga' apapun yang ada di dirinya. Aduh, bahkan bagaimana isi otak laki-laki pun harus kita jaga? Oke saya paham jikalau laki-laki itu visual dan memiliki alat kelamin yang mudah terangsang, lalu apakah kiranya itu juga harus dijaga oleh perempuan? Saya sendiri percaya bahwa laki-laki memiliki pertahanan sendiri untuk bisa tetap mengutamakan akal budinya dari pada penisnya. Tidakkah ingat bahwa manusia diciptakan dengan akal budi dan perasaan. Lalu ini menjadi timpang ketika laki-laki merasa memiliki kuasa atas perempuan, bahwa itu sah-sah saja. Dan yang paling mengagetkan adalah ternyata banyak orang yang memiliki pemikiran seperti Bapak di Twitter itu. Duh semakinlah saya tepok jidat berkali-kali.
Mengapa saya sebegitu responsif dengan issue perempuan ini? Karena saya perempuan dan itu adalah tubuh saya. Itu adalah bibir saya, itu adalah rambut saya, itu adalah leher saya, itu adalah tangan saya, itu adalah payudara saya, itu adalah perut saya, itu adalah pinggang saya, itu adalah pinggul saya, itu adalah paha saya, itu adalah kaki saya dan itu adalah vagina saya. Mengapa saya tidak punya hak atas itu semua yang ada di diri saya? Saya tidak paham. Saat saya remaja, saya diberi tahu bahwa tubuh saya ini harus dijaga karena bisa saja 'mengundang', saat itu saya tidak tahu artinya. Sampai akhirnya saya berjalan sendirian dan sekelompok anak laki-laki tidak dikenal berseloroh nakal tentang tubuh saya. Hingga ada satu masa saya sebal setengah mati menjadi perempuan, terlebih karena payudara saya yang bertumbuh, dengan pantat saya yang semakin berbentuk, dengan rambut saya yang ikal dan tubuh saya yang semakin feminin. Saya dulu merasa ini salah tubuh saya yang menggoda mereka, pasti demikian. Sejak itu saya menjadi paham akan keberadaan tubuh perempuan di society. Sedari kecil anak perempuan diajarkan untuk menjaga, duduk rapat-rapat, baju tidak menggoda, perilaku santun dan satu lagi jangan jadi manusia seksual. Perempuan tidak diajarkan untuk menjadi penasaran atas tubuhnya hingga sedari kecil ketika tiba-tiba tanpa sadar bermain dengan alat kelamin sendiri, diberi tahu eits.... jangan! Ya kita tahu kenapa banyak perempuan tidak tahu tubuhnya sendiri dan akhirnya sulit orgasme ya kan? Setiap inchi tubuh kita ini seksual dan bisa juga tidak, itu tergantung dari perspektif kita.
Lalu kemarin mendengarkan kembali lagunya Anggun yang In Your Mind begini lyricnya: I don't want to believe and I don't want to live by the excuses of your weakness. 'Cause a women should do what she wants to do, there is no reason for your shallow aggravation. Seharusnya perempuan bisa melakukan apapun sesuai keingiannya tentu dengan tanggung jawab dan sudahlah berilah ruang untuk perempuan memilih dan memiliki.
Susah-susah gampang menjadi perempuan, terkadang saya pun harus banyak belajar menjadi perempuan yang sebegitu banyak label dan tuntutan ini itu. Bahkan tuntutan tersebut lebih kejam dilayangkan dari perempuan ke perempuan lainnya. Gila itu kejam sekali, seolah menjadi tuhan atas perempuan lainnya. Terlebih jikalau kamu gadis. Lalu berusaha untuk mengerti nilai-nilai masyarakat ini yang sepertinya tidak adil sedari lahir. Gadis-gadis yang berusaha hidup di dunia yang lebih condong ke laki-laki ini dan semuanya berpihak pada mereka. Gadis-gadis yang sebenarnya merasa pedih sendiri dengan siulan nakal, dengan pandangan yang menelanjangi, dengan celotehan melecehkan, dengan tangan yang usil. Ketika kegadisan seharusnya dirayakan dengan penuh sebagai lambang kesuburan hidup namun akhirnya mereka salah kaprah dengan tubuhnya sendiri. Mencari makna lain dari tubuhnya agar diterima oleh laki-laki, agar dicintai, dikasihi bukannya dilecehkan. Meski dengan cara yang berbeda-beda. Hingga seorang gadis sedemikian butuhnya diakui keberadaannya oleh laki-laki dan akan menjadi keprihatinan apabila mental itu terbawa sampai dia menjadi dewasa.
Satu titik awal mengapa saya berubah pikiran tentang keberadaan saya sebagai perempuan adalah saat Oma saya meninggal di masa awal remaja saya. Melihat saat beliau tersengal memanggil 'Mama' dan menghembuskan nafasnya yang terakhir, lalu saya menangis keras sekali hingga sesegukkan. Betapa tubuh sebegitu rentannya, sebegitu fananya ketika ruh tidak ada. Itu hanya kendaraan yang digunakan roh untuk berkarya di dunia ini. Pada prosesi memandikan saya pun mengintip, tubuh telanjang kaku perempuan. Air terus mengalir-mengalir membersihan tubuh. Mungkin kita manusia sebegitu terobsesinya dengan tubuh tanpa menyadari bahwa ada jiwa di dalamnya. Jiwa itu sama-sama yang memiliki ketakutan, cita-cita, trauma, sakit hati, kekhawatiran, kesenangan, kesedihan, cinta yang juga sama dengan kita. Lalu masihkah kita manusia tidak bisa saling menghargai karena pada dasarnya kita ini hanya manusia dengan berburuan makna hidup masing-masing yang tidak kita tahu artinya?
***
Dan ya, inilah saya
Saya gadis, saya perempuan
Dan ini adalah keapaan, keberadaan dan tubuh saya
Dan saya pun menghormati dan menghargai kamu, Laki-laki
Dengan keapaan, keberadaan dan tubuhmu.
No comments:
Post a Comment