31.7.19

Membicarakan Kesendirian, Menelanjangi Kita





Kayaknya tidak ada yang bisa menyembuhkan yang namanya kesendirian. Namun, bisa jadi juga bahwa kesendirian bukanlah sesuatu yang menakutkan dan mengerikan seperti yang sering diceritakan. Bisakah kita menerima dan berbaikan dengan kesendirian kita? Karena bisa jadi kesendirian itu adalah hal yang natural dan organik, jadi baiknya setiap manusia membiasakan diri. Terkadang aku jadi curiga sebenarnya kesendirian itu menjadi terasa menyedihkan dan merana sekali karena jargon-jargon dan iklan-iklan bahwa menikmati kesendirian dan rasa sepi itu adalah hal yang aneh, tidak hype, gak seru dan tidak dicintai. Jangan-jangan selama ini kita selalu diundang untuk selalu berpartisipasi dalam keramaian dan kemeriahan semata-mata karena kemakan iklan untuk tetap beli produk. Manusia tetap makhluk konsumtif ternyata.

Kemarin ini aku selesai membaca buku Olivia Laing yang berjudul The Lonely City: Adventures In The Art of Being Alone. Menurutku buku ini memang diperuntukkan bagi mereka yang merasa kesepian di tengah-tengah kota besar; dengan melihat dari kacamata kehidupan para pegiat seni. Kehidupan seni ternyata amatlah dekat dengan kesendirian dan glamour sesaat. Terkadang digambarkan pula seperti sebuah topeng yang dikenakan, padahal seringkali mereka 24/7 berjuang melawan depresi dan perasaan tidak diinginkan. 

"Loneliness is difficult to confess; difficult too to categories. Like depression, a state with which it often intersects, it can run deep in the fabric of a person, as much a part of one's being as a laughing easily or having red hair." //p.4

Mengakui bahwa kesendirian sedang dirasakan dibutuhkan sebuah keberanian untuk meletakan seluruh perasaan dan diri di atas meja. Menunjukannya dengan santai dan apa adanya, bahwa inilah diriku yang sebagaimana adanya. Barangkali bisa dibilang itu juga sebuah penerimaan diri yang total. Menyadari dan mengakui suatu state dalam hidup yang ternyata tidak bisa datar-datar saja. 

"There were things that burned away at me, not only as private individual, but also as a citizen of our century, our pixelated age. What does it mean to be lonely? How do we live, if we're not intimately engaged with another human being? How do we connect with other people, particularly if we don't find speaking easy? Is sex a cure for loneliness, and if it is, what happens if our body or sexuality is considered deviant or damaged, if we are ill or unblessed withbeauty? And is technology helping with these things? Does it draw us closer together, or trap us behind screens?" // p.5

Banyak profesi yang berusaha untuk dapat mengeksplor kesendirian ini karena memang sebuah karya akan dipikirkan dari hal-hal personal yang dilakukan sendirian tidak berbondong-bondong. Namun tentu upaya meromantisasi kesendirian kerap kali menghilangkan esensi 'dingin' dan perasaaan tidak diinginkan di dalamnya. Penggambaran kota yang ramai, dengan perasaan lengang dan sepi yang dirasakan mampu membuat perasaanku ikut bersedih ketika membaca buku sendiri hari Sabtu di sebuah kedai kopi. Kurasa meromantisasi kesendirian memang hal yang paling mudah dieksplor dalam seni terutama seni kontemporer.Aku jadi curiga orang-orang urban memang merayakan kesepian selama 24/7 non stop. Tentu masih dengan pengalihan instan pengusir rasa sepi dan bosan. Seolah kita tidak diberikan kesempatan untuk melamun dan menyendiri. Kebutuhkan untuk terus update dan terkoneksi seperti kucing hitam yang mengintai dari kejauhan. Kita tidak bisa berlari-lari dari kesendirian karena tidak akan ada yang bisa, seperti yang dikatakan oleh Epictetus yang menulis: 'For because a man is alone, he is not for that reason also solitary; just as though a man is among numbers, he is not therefore not solitary.' 

Aku jadi teringat ketika duduk sendirian menonton film di bioskop. Tidak ada yang salah dengan menonton sendiri menurutku, apalagi kalau memang kamu suka sekali nonton film, lagi pula di bioskop nonton dan gelap kan? Seharusnya menyenangkan dan tidak terganggu. Namun, entah apa yang terjadi pada hari itu aku tidak merasa demikian, karena aku serasa 'sendiri dan dingin'. 

"She finally burst out: I don't know why people think of hell as a place where there is heat and where warm fires are burning. That is not hell. Hell is if you are frozen in isolation into a block of ice. That is where I have been." //p.26

Membicarakan kesendirian tidak hanya artinya sebuah ketiadaan yang menemani, namun sebuah pengasingan manusia oleh karena konstruksi sosial juga. Seperti anggapan pandangan masyarakat yang berbeda dengan kenyataan diri, bahwa terkadang hal-hal yang dibuat ideal dalam masyarakat seringnya membatasi manusia dalan sebuah kotak. Ketika diri berbeda dengan lingkungan sekelilingnya sangat mungkin menimbulkan rasa asing dan isolasi. Di situlah alienasi terjadi.

Kesendirian tidak bisa dibicarakan karena seperti tabu yang membuat semua jengah. Sepertinya tidak ada obat dan perilaku orang sekeliling yang pas. Rasanya memang sesuatu yang terjadi di dalam, tidak bisa dilakukan beramai-ramai. Harus diri seniri yang menghadapi dan menyelaminya. Duduk berdua, tatap mata, dan mengobrol baik-baik. Menjelaskannya dengan rinci bahwa beginilah keadaan yang hanya perlu diterima. 







/ / /









new post

ganti blogspot

 YAK  pemirsah, maapin banget nihh udah ga punya blog.com karena......hhh yaudahlah kayaknya gapapa hehe. tadinya aku mau melatih pemikiran ...