Showing posts with label hati. Show all posts
Showing posts with label hati. Show all posts

13.8.15

Nyaman


Baru hari Kamis ya, iya baru hari Kamis. Tarik nafas dulu karena besok masih hari Jumat. Apakah kita seharusnya berkata 'masih Jumat' ataukah 'sudah Jumat'? Silahkan pilih. Saya rasa beberapa orang dan termasuk saya memberikan label bahwa weekend is the loveliest thing in the world. Menurut saya iya. 

Saya sedang berpikir, mungkin karena weekend memberi rasa nyaman dan kita manusia cenderung menempatkan diri kita di tempat yang menurut kita nyaman. Saya paham kalau setiap orang memiliki definisi kenyamanan yang berbeda-beda serta memiliki tingkat kenyamanan yang berbeda-beda. Bagi saya nyaman itu artinya ketika saya bisa menjadi diri saya sendiri dan membuat saya merasa betah dan bersemangat. Lalu seorang teman saya pun nyeletuk "Oh kalau begitu menurut kamu nyaman itu adalah subject ya? Bukan tempat, bukan object?" Lalu saya berpikir, iya juga ya, nyaman untuk saya adalah orang-orang di sekitar saya. 

Kamu adalah zona nyaman itu sendiri

Manis, gak sih jikalau ada seseorang yang tiba-tiba berkata padamu bahwa kamu adalah zona nyaman untuk mereka. Ketika keberadaan kita bisa membuat seseorang merasa aman dan nyaman. Bahwa segalanya pasti akan baik-baik saja jikalau ada kamu. Manis gak sih? Saya rasa lutut saya pasti lemes dan saya tersanjung sekali jikalau ada seseorang berkata seperti itu pada saya. 

Menurut saya tidak banyak orang yang bisa membuat orang lain merasa nyaman dengan keberadaan mereka. Ketika orang tersebut bisa membuat diri kita jadi terbuka dan menjadi diri sendiri. Sebenarnya lucu juga sih jikalau kita malah mencari zona nyaman untuk menjadi diri sendiri dalam diri orang lain. Mengapa tidak dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu? Dimulai dari kita bisa merasa nyaman dengan diri sendiri, merasa ok dengan diri sendiri. 

Dahulu ketika saya masih labil banyak hal yang saya pertanyakan seperti kenapa sih rambut saya tidak lurus namun bergelombang ikal, saya kan maunya lurus cantik gitu. Dan saat itu saya ingat sekali kalau saya saat itu sedang berjerawat heboh parah, hingga saya malas ngaca dan melihat muka saya yang menurut saya jelek. Makin ke sini saya rasa saya sudah terbiasa dengan jerawat saya, bahwa saya berjerawat dan jerawat sudah menjadi hiasan muka saya semenjak kuliah. Hingga saya sudah tidak ambil pusing lagi dengan itu. 

Saya rasa ketika kita bertumbuh menjadi dewasa, akan banyak kritik dan omongan negatif seiring dengan pertumbuhan kita. Pada akhirnya bisa saja kita akan berpikir bahwa kita tidak menarik karena gendut atau jerawat atau berambut ikal atau tidak tinggi atau tidak putih atau tidak memiliki muka yang cantik dan banyak label lainnya. Hingga akhirnya kita tidak menyukai apa yang ada di dalam tubuh kita. Padahal kalau dipikir-pikir, cara kerja tubuh kita ini sungguh amazing. Ada suatu mekanisme tertentu dalam tubuh kita yang bekerja dengan ajaib dan kalau satu tidak berfungsi dengan baik maka mampus sudah kita. Ya...memang manusia suka lupa akan sesuatu yang di dalam dan lebih memikirkan polesan luar. Bahwa sesungguhnya sesuatu yang ada di dalam itu tidak kalah baik kualitasnya. Dan sudah saya bilang berkali-kali bahwa penampilan luar itu menipu. 

Terkadang dilupakan

Apabila kita sudah nyaman dan selesai dengan diri sendiri pasti kita pun bisa menerima orang lain dengan baik. Dan kita merasa yakin bahwa kita ini ok dengan diri sendiri sehingga saya pun ok dengan orang lain. Tidak peduli dengan kata orang karena kita sudah menerima kekurangan diri sendiri. 

Saya memiliki satu kelemahan yakni saya bukan anak eksak, hitungan saya parah, matematika saya amit-amit. Dan ini berpengaruh pada suatu hal yakni saya kesulitan membedakan mana kanan dan kiri. Saya selalu menutupi kelemahan ini dan mungkin sekarang tidak terlalu ketara, namun ketika saya harus menunjukan arah itulah suatu hal yang paling tidak saya sukai. Buat saya kanan dan kiri sangat sulit untuk dibedakan, maka itu saya selalu pakai jam tangan di tangan kiri saya untuk sebagai pengingat. Mungkin bagi orang lain ini aneh dan bego sekali, namun iya itulah saya. Kanan dan kiri tidak semudah atas dan bawah. Kanan dan kiri tidak semudah besar dan kecil. Dulu saya malu sekali jikalau saya harus memberi tahu kelemahan ini, namun sekarang saya sudah cuek saja. Iya memang saya sulit membedakan, namun bukan berarti saya tidak usaha untuk menjadi bisa. Saya selalu latihan kok. Dan ketika saya berkenalan dengan teman baru atau orang baru, saya pasti akan langsung memberi tahukan hal ini. Menurut saya saya membuat satu langkah untuk menjadi nyaman dengan diri sendiri.

Menurut saya, it's okay kalau kita mengakui kelemahan kita, bahwa kita memang tidak sempurna dan kita ini manusia biasa. Kita tidak sempurna namun kita berusaha untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi, ya kan? Pernah suatu hari teman saya berkata bahwa dia buta warna. Saya tidak pernah tahu kalau dia buta warna. Awalnya saya kaget, namun saya jadi penasaran, akan dunia yang dia lihat seperti apa, karena pasti cara pandang dia berbeda. Saya selalu tertarik dengan cara pandang orang lain melihat dunia, karena menurut saya pasti berbeda-beda. 

Pernah suatu hari adik saya yang paling kecil sedang bermain dengan temannya, mereka bermain kadang akur dan kadang berantem lalu nanti bermain lagi. Menurut saya anak kecil selalu memberikan kenyamanan untuk temannya. Mereka bermain dengan saling menawarkan kenyamanan sehingga mereka pun memiliki rasa kasih yang lebih luas dari kita yang katanya dewasa ini.

Saya jadi ingat sebuah quote dari Atticus begini bunyinya : Watch carefully, the magic that occurs, when you give a person just enough comfort to be themselves.  

Hingga akhirnya tidak lagi menjadi berarti dengan yang namanya  perbedaan status, penampilan, harta benda, baju yang kamu pakai, tas yang kamu pakai, rambut yang kamu punya, atau wajah yang terpapang di kepalamu. Itu menjadi sesuatu yang fana ketika ada suatu hal yang lebih berharga ditawarkan, yakni pribadi yang penuh kasih. Karena kualitas yang terbaik ada di hati. 


13.6.13

Etalase Hati

Pernah jalan-jalan ke pusat perbelanjaan kan? Pasti pernah dong! Suka window shopping? Sebatas lihat-lihat saja, tanpa membeli dan mengagumi sesuatu dari kejauhan dan terdapat jarak antara barang dan mata. Karena terhalang oleh 'si kaca' yang melindungi barang yang kita inginkan itu. 

Barang tersebut sebatas sebuah tontonan yang belum tentu bisa didekati dan kalau mau didekati pun harus menimbulkan effort lebih yakni, masuk ke toko, bertanya pada mbak-mbak penjaga toko, melihat-lihat, mencoba dan biasanya pasti kita 'agak gengsi' kalau tidak membeli. Sudah terlanjur, katanya.

Sekat dan jarak

Sesuatu yang bersekat dan berjarak itu sifatnya fragile dan terlindungi dari apa pun. Dia sengaja ditaruh di sana untuk dilihat, dinikmati dan sewaktu-waktu  dikunjungi tapi itu jarang sekali. Kalau kita melihat di toko-toko barang pecah belah, kita akan melihat sesuatu yang mudah pecah belah itu akan diletakkan sendirian, dikunci dan kalau perlu ditempel tulisan besar-besar: Awas, jangan disentuh! Pecah berarti membeli! Dilihat boleh ,dipegang jangan! Hati-hati mudah pecah! Dan peringatan-peringatan sadis dilengkapi tanda seru yang tidak cukup sekali.

Mengapa harus dijaga? Pastinya karena seseorang melihat kalau barang itu sangat berharga dan mahal, sehingga amit-amit sekali kalo seandainya barang tersebut pecah, remuk menjadi serpihan. Dia pasti tidak punya nyali yang cukup untuk melihat barang tersebut berserakan dan akhirnya harus turun kasta ke tong sampah. Daur ulang atau ketok magic sepertinya tetap meninggalkan bekas dan tidak dianjurkan. 

Seperti misalnya, barang pecah belah ibu saya. Semenjak kami kedatangan adik kecil yang sekarang sedang hobi pegang sana sini, alhasil semua barang-barang beling yang imut lucu di rumah terpaksa disingkirkan. Kosong ludas dari rak-rak di rumah. Tidak ada secuil pun vas milik ibu yang 'nongkrong santai' di rak atau meja. Kami terlalu takut akan terjadi peperangan sana sini oleh si adik kecil yang maksudnya hanya penasaran ingin memegang tapi alhasil jadi 'melempar'. 

Ada baiknya memang kita ini memisahkan dan menyembunyikan sesuatu yang sifatnya mudah pecah. Entah disingkirkan dengan jarak, pergi jauh-jauh atau justru tetap ditempat tapi diberi sekat, dimasukkan ke sebuah kotak yang aman dan tentram. Tapi apakah selamanya barang tersebut akan disimpan baik-baik dan disingkirkan terus menerus? Apa faedahnya?

Kita yang terlalu takut

Manusia itu diciptakan dengan hati. Sebuah tempat di mana perasaan dan emosi muncul. Dan terkadang si hati ini sangat fragile tidak ketulungan dan dibutuhkan beberapa pelindung, salah satunya sekat dan jarak. Kita melindungi hati kita ini dengan segala kekuatan otak yang kita punya. Padahal pada akhirnya, siapa tahu sebenarnya hati itu kegunaannya untuk disakiti? Agar kita lebih eling dengan kehidupan. 

Bahwa mungkin saja kalau sebenarnya hati itu terlalu manja dan pemalu, sehingga suka sembunyi-sembunyi dan pelan-pelan merasa suatu perasaan. Manusia-manusia sekarang akhirrnya berubah jadi makhluk yang keras dan kuat. Mereka tidak lagi menggunakan hati meraka, mereka menumpulkan hati mereka, mengkebiri hati mereka, hingga akhirnya jadi mandul tidak berbuah.

Saya menyadari sendiri bahwa saya ini juga sering ketakutan sendiri untuk menjadi seseorang yang terlalu perasa dan melulu menggunakan hati. Terkadang saya sering mendisfungsikan hati saya agar saya jadi orang tidak usah pedul-peduli amat dengan orang lain. Kalau saya sering kali menutup hati saya rapat-rapat dari pengaruh luar dan situasi. Kalau saya tidak menerima segala situasi yang membuat saya jadi 'lemah dan rentan'. 

Apa salahnya menjadi 'lemah'? 

Dunia selalu menjagokan dia yang kuat dan tangguh bak gatot kaca, tulang besi otot baja. Tapi apakah yang kuat ini melulu baik dan hebat? Belum tentu. Karena saudara-saudara, dengan sepenuh hati ingin saya katakan bahwa, menjadi lemah adalah kekuatan. Menjadi lemah membiarkan kita menerima apa yang harusnya diterima oleh hati dan tidak memberontak. Seperti air yang mengalir dan menerima apapun jenis wadahnya, apapun jenis medianya, beradaptasi. 

Begitu juga dengan hati. Hati yang hidup tanpa tameng, tanpa perlindungan menjadi lemah namun dia jadi bertumbuh, dia jadi berpengalaman dan kaya. Hati jadi tersadar bahwa kegunaan dia sesungguhnya bukan buat disimpan, ditaruh dan dilindungi, tapi menjadi kekuatan dalam menjalani hidup. 

Akhir-akhir ini saya merasa kalau ada baiknya jika menghadapi ketakutan-ketakutan itu baiknaya dihadapi saja tanpa perlu embel-embel 'perlindungan'. Bahwa mungkin baikknya hati ini yang kini jadi kekuatan saya untuk tetap terbuka, waspada dan belajar. Melihat sesuatu bukan hanya sekedar melihat tapi juga memahami  sepenuhnya, kalau perpisahan, perubahan hidup yang besar , ketakutan untuk tumbuh dan kelekatan itu adalah isu-isu yang harus dihadapi hati berulang-ulang kali. Terus menerus dengan dosis yang berbeda.

Suara hati

Jangan tuli dan jangan pura-pura dungu dengan suara hati karena hati itu adalah Rumah Tuhan, di mana kita bisa bluetooth-an dengan Tuhan dan berkoneksi singkat dengan Tuhan. Kalau jiwa kita itu adalah jiwa yang juga berasal dari Tuhan. Hingga fatal akhirnya kalau kita jadi 'bolot abis' dengan suara hati ini. Dengarkan dan kenali lagi. 

Jangan kau taruh hatimu di etalase mana pun karena bukan itu fungsi dari hati. Hatimu itu kuat lebih kuat dari apa pun yang kamu punya. Hati itu hanya ingin bertumbuh dan terus berbuah. Biarkan dirimu bisa jatuh hati berulang-ulang kali pada hidup. Itulah yang membuat hidup manusia lebih beresensi. 


***


“To love at all is to be vulnerable. Love anything and your heart will be wrung and possibly broken. If you want to make sure of keeping it intact you must give it to no one, not even an animal. Wrap it carefully round with hobbies and little luxuries; avoid all entanglements. Lock it up safe in the casket or coffin of your selfishness. But in that casket, safe, dark, motionless, airless, it will change. It will not be broken; it will become unbreakable, impenetrable, irredeemable. To love is to be vulnerable.”

C.S. Lewis



3.6.13

Bersedih itu tidak setiap hari


pic: tumblr


Ada beberapa hal yang kita tidak mengerti mengapa harus terjadi. Mengapa tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan? Mengapa nampaknya sulit sekali, meski sudah mencoba namun rasanya tidak sampai-sampai? Atau mungkin salah tujuan?

Ada saatnya kita mencoba dengan sekuat tenanga tapi hasilnya tidak sebesar apa yang diusahakan. Salah siapa? Tidak ada. Mungkin timing yang kurang pas. Otak yang berpikir mungkin saja sebenarnya menunggu waktu yang pas itu omong kosong. Karena tidak ada yang namanya 'waktu yang tepat' itu. Itu cuman kata-kata penghiburan saja. 

Benar begitu? Mungkin tidak.

Seperti yang sering ditulis di alkitab: Segala sesuatu ada masanya. 

Tidak selamanya saya bersedih terus menerus dan tidak selamanya juga saya senang-senang terus. Semua harus balance. Biar normal.

Sesuatu yang menyedihkan itu tidak melulu harus dihindari dan alangkah baiknya kalau kita mengaku pada diri sendiri jika kita memang sedang dalam tahap kesedihan itu sendiri. Berikan waktu pada hati kita untuk membersihkan dirinya sendiri karena selama ini sudah sesak dan membeludak. Kalau terkadang hati juga tidak selamanya harus berpura-pura berani dalam menghadapi realitas yang tidak sesuai dengan apa yang kita mau.

Bahwa ada baiknya kalau kita mengakui bahwa: 'Saya sedih, saya kecewa, saya patah hati, saya muak, saya capek, saya kapok.' Bahwa perasaan-perasaan itu ada baiknya kalau mengalir saja demikian tanpa harus 'sok tegar' dengan pedihnya hati. Bahwa sebenarnya hati itu masih ada rasa. Dan berterima kasihlah bahwa kamu masih punya perasaan. Kalau kamu bukan makhluk berdarah dingin; kalau kamu juga ada perasaan.

Mungkin ada baiknya kalau saya bersedih saja dahulu. Melegakan hati yang cengeng dan basah. 

Saya memilih untuk tidak melewati proses-proses pemulihan hati ini. Saya mau pelan-pelan saja membalut luka dan meneteskan betadine. Lalu merawatnya. Bahwa yang saya butuhkan hanya waktu saja. 


new post

ganti blogspot

 YAK  pemirsah, maapin banget nihh udah ga punya blog.com karena......hhh yaudahlah kayaknya gapapa hehe. tadinya aku mau melatih pemikiran ...