21.12.11

Bersemangat Ketika Menunggu

Hallo saudara-saudara sudah seabad rasanya aku tidak bersenda gurau lagi yah :) Maaf yah akhir-akhir ini sedang sibuk dengan rutinitas. Kabarku masih baik-baik saja, tapi yaa gitu...banyak tugas, banyak ulangan, banyak presentasi. Dan tau apa yang lebih hardcore? Di kampusku tidak ada libur natal dan tahun baru. YES TOS! *sarkasme* Tapi meskipun begitu, yaaaaa... kuterima dengan lapang dada selapang-lapangnya :D

Aduh rasanya aku udah nggak bisa menahan gejolak NATAL! Rasanya natal itu dekat tapi jauh. Jauh tapi dekat, nggak ngerti deh. Rasanya minggu ini berjalan lebih lambat dari biasanya, aku sudah terlalu menggebu-gebu untuk mendapatkan sebuah natal di tahun ini. Aku sudah bersemangat dengan lagu-lagu natal dari gembira hingga yang mendayu-dayu bagai orang melayu. Cepatlah natal datang, please please please...

Siapa selain aku yang sudah tidak sabar pada sesuatu hal yang akan terjadi di kehidupannya? Menunggu bukanlah perkerjaan yang mudah mamen! Kita menyediakan hampir setengah dari otak kita untuk menanti-nanti dan menjadi alarm pribadi, mengingatkan dan menghitung waktu jadi. Sungguh lelah menunggu. Hati kita tak enak dan terlau bersemangat. Hati yang terlalu bersemangat kadang bisa mematikan.

Menunggu ketika sesuatu datang, ketika kita benar-benar membutuhkannya adalah sesuatu yang menyiksa. Aku jadi teringat akan cerita Bunda Maria dan Santo Yoseph saat perjalanan mereka ke Betlehem. Maria sedang hamil tua dan transportasi yang ada hanyalah keledai, jalanan pun pasti agak terjal dan berbatu. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana susahnya penantian Bunda Maria. Belum lagi mencari tempat penginapan untuk melahirkan. Bagaimana coba? Sudah hamil besar, perut bergejolak mau melahirkan dan masih juga merasakan penolaka-penolakan dari pemilik penginapan. Lu sih gila! Aku benar-benar tidak bisa membayangkannya. Bagaimana Bunda Maria dan Santo Yoseph sangat sabar dan tabah dalam menjalani fase-fase berat dalam kehidupan mereka.

Ketika kita dalam keadaan 'tergantung' dalam keadaan yang tidak ini dan tidak juga itu. Ke mana lagi kita harus melangkah? Kita dalam keadaan menunggu dan terjepit pada sebuah situasi yang tidak pasti. Doa-doa yang mungkin saja belum terjawab, masalah yang belum ditemukan ujung pangkal solusinya atau mungkin masa depan yang terlihat abu-abu di mata kita. Lalu apa yang harus kita lakukan? Seperti sebuah quote lama yang mungkin pernah kita dengar, " Don't rush things, just hang in there." Menurutku quote itu sangat cocok untuk kita :) Jangan terburu-buru, diam, bertahanlah di sana. Menunggu dengan sabar dan tabah. 

Bersemangatlah ketika menunggu. Menunggu dengan penuh semangat. Aneh yah kedengarannya? Terkadang dengan menunggu kita bisa belajar untuk membuat sesuatu yang kita tunggu itu menjadi 'berharga'. Waktu menunggu bisa kita gunakan untuk menambah diri dan memupuk diri. Mempersiapkan diri hingga kita layak untuk mendapatkan apa yang kita tunggu. 

Semoga kita semua bisa bersemangat ketika menunggu :)) Natal dalam hitungan jari, mari kita menyiapkan hati dan pikiran kita. 

Ibenk and me
Merry X'mas and happy new year <3




27.11.11

Si Bajaj: Ngeles dan Ngebul

Pic: google

Bajaj, identik dengan dua kata yakni ngeles dan ngebul. Ngeles karena keahlian sopir bajaj salip kanan kiri dan ngebul karena terlalu banyak gas hitam yang mengepul dari knalpot. Orang Jakarta mana coba yang belum pernah naik bajaj? Kasian deh lo! Aku aja yang tinggal di BSD pernah naik bajaj hehe. Menurutku naik bajaj itu enak karena bergetar dan membahagiakan. Kalau bicara dalam bajaj harus super kuencengggg to the max supaya bisa mengalahkan suara dahsyat si bajaj ini. Namun lain halnya kalau kita bukan sebagai penumpang bajaj pasti kita sibuk menutup hidung dan mulut karena asap hitam yang tidak toleransi pada paru-paru sekitar. Sebel kan?!

Dalam sebuah penbicaraan lama dengan seseorang, kami mengambil sebuah perumpamaan asal-asalan bahwa ada beberapa tipe manusia yang bisa kita sebut dengan si Bajaj. Dari karakteristik yang aku sebutkan di atas bisalah yah kira-kara mengerti apa yang aku maksudkan. 

Entah kita bertemu spesies Si Bajaj ini di sekolah, rumah, kantor, kuliah, atau mungkin sebenarnya kita sendiri adalah Si Bajaj itu. Si Bajaj ini tidak bisa disalahkan kalo memang sudah dari sananya bebal dan toak. Sudah dari sananya tidak punya filter asap knalpot sehingga yang keluar malah sesuatu yang membahayakan kehidupan sekitarnya dan membuat polusi. Ohhh...Si Bajaj juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya toh dari sananya sudah begitu 'keluarannya'. Semua orang harus tahu diri dan memahami bahwa Si Bajaj ini memang hobi salip sana salip sini, berkelit dan ngeles sana sini. Jadi pilihan kita ada dua yakni entah menghindar jangan dekat-dekat Si Bajaj ataukah kita menjadi penumpang Si Bajaj jadi setidaknya bisa ikut gembira bergetar dengan alunan melodi tretetetetet.

Si Bajaj ini bukan makhluk langka atau unlimited edition seperti Mercedes Benz. Ah lain kualitasnya! Tidak usah dibicarakan lah Si Benz ini. 

Bagaimana coba caranya agar kita bisa menjauh dari Si Bajaj ini? Mungkin pada akhirnya kita yang waras ngalah dan senyum-senyum saja dari jauh. Terkadang memang kita tidak perlu berkata-kata dengan tipe yang semacam ini. Kalau kata Aga, anggap saja dia semacam bisul di pantat. Sakit sih tapi besok juga mateng dan meledak. Satu lagi. Setidaknya kita harus menarik usus kita lebih panjang lagi dan melebarkan pantat kita untuk tipe-tipe Si Bajaj ini. SABAR! 

5.10.11

Hidup Setegas Kentut (part 3)


…Wah, anak Ibu sudah besar yah?...
            Itulah yang paling sering dikatakan oleh ibuku. Apalagi saat aku sudah menginjak masa-masa SMP. Masa SMP merupakan masa yang cukup  berat bagiku oleh karena aku anak guru SMP sehingga aku harus lebih mawas diri. Bukan berarti aku tidak bisa menikmati masa SMP tapi tetap aku  harus behave, jaga diri. Jangan sampai aku melakukan tindakan aneh-aneh karena pasti akan mengguncang dunia. Sungguh terlalu. Menurutku bukanlah sesuatu yang mudah ketika bersekolah di tempat orang tua kita bekerja. Ketika sebuah nama harus dijaga baik dan banyak orang yang pastinya mempunyai perhatian lebih karena ‘anak guru’.
            Hal yang paling berat adalah ketika orang lain tidak bisa melihat diri kita sebagai manusia biasa. Seorang anak perempuan remaja biasa yang sedang bertumbuh. Manusia yang bisa salah dan punya kelemahan. Sehingga terkadang perlu dipikirkan 1000 kali dalam melakukan sesuatu.
            Kebetulan kelemahanku terletak pada ilmu pasti. Aku rasa otakku bak ingin meleleh dan belecetan ke mana-mana saat pelajaran matematika. Walaupun saat SMP nilaiku tidak jelek-jelek namun aku harus berusaha lebih keras di pelajaran logis-matematis ini. Untungnya dalam hal berbahasa aku cukup bisa menguasai, sehingga bebanku sebagai guru anak Bahasa Indonesia tidaklah terlalu berat. Nah, kalau aku tidak bisa dalam pelajaran Bahasa Indonesia: Apa kata dunia?
            SMP adalah mmasa-masa di mana aku mulai bergolak dan mencari-cari jati diri yang pas. Aku terkadang suka mempertanyakan akan arti keberadaanku. Aku diciptakan Tuhan untuk apa? Mengapa aku dilahirkan di dunia? Banyak hal yang membuatku semakin dewasa dari hari ke hari. Dari segi iman aku aktif ikut organisasi Putri Sakristi dan sempat jadi ketuanya. Dengan bergitu semakin bertambah besarlah aku dari segi mental dan spiritual.

…Katanya masa SMA masa indah?...
            Pepatah yang mengatakan masa SMA indah ada benarnya namun ada juga yang salah. Itu menurutku saat aku masih kelas 1 SMA. Tugas banyak. Nilai MAFIAku terbakar dalam lautan asmara. Aku dari awal sudah bertekad untuk masuk Bahasa namun aku harus menyelesaikan satu tahun penuh darah.
            Dengan wali kelasku yang mood-moodan membuat aku makin sebal dengan sekolah. Di mana aku sebagai seorang murid merasa direndahkan karena bakatku tidak berada di matematika dan fisika. Apa hanya karena aku tidak bisa di pelajaran tersebut maka mereka akan mengecapku sebagai orang tidak sukses? Apa karena aku tidak bisa berpikir logis-matematis dengan sesuatu yang rinci dan runut, maka aku sudah pasti termasuk golongan bawah? Itulah yang selalu aku pertanyakan selama SMA.  Hingga akhirnya aku sungguh mempunyai niatan akan menunjukkan pada orang lain bahwa: Gue bisa sukses dengan masuk bahasa daripada elo-elo semua!
            Kadang aku tidak bisa mengerti dengan beberapa pemikiran yang mengatakan bahwa jurusan ini salah, bakat ini tidak akan menghasilkan kesuksesan dan anak ini termasuk anak terbelakang karena dia tidak bisa matematika. Kenapa yah? Bukankah manusia itu sudah diciptakan dengan porsinya masing-masing, dengan kelebihan dan kelemahannya masing-masing hingga akhirnya kita bisa melaksanakan tugas yang sudah diberikan Tuhan pada kita di dunia ini. Kita, manusia masing-masing memiliki tugas dari Tuhan yang tentu saja pasti kita pun mendapatkan bekal yang berbeda juga. Mengapa sih harus menyama ratakan kelebihan orang lain dengan patokan harga bahwa ini pintar dan itu bodoh? Padahal pada akhirnya hidup kita bukan berapa nilaiku dulu saat SMA, rengking berapa, kuliah di mana. Namun pada akhirnya pertanyaannya adalah: Pesan apa yang mau kamu sampaikan pada dunia? Misi apa yang mau kamu bagikan pada orang lain? Aku rasa kok itu yang lebih penting.

***

Hingga akhirnya terinspirasilah sebuah puisi:

Hidup ini sesungguhnya apa?
Pengadilan yang tidak adil?
Ketok palu dan putuskan
Tok….Tok…Tok…Eh! Salah ketok!
Gimana dong?
Peduli setan!
(ya ampun…)
ATAUKAH
Hidup ini layaknya kentut
Alami
Manusiawi
Disadari
Dipahami
Tegas
Keluarkan
BREEET!!
Bunyi dan bau.
Lalu meninggalkan kesan bagi semua orang.

Berhubung jari-jariku sudah pegel mengetik. Kita sudahi cerita singkat ini. Dan tunggulah aku 10 tahun lagi dari sekarang apa yang akan aku lakukan. Wassalam.


Metta Asriniarti Martopranoto
2007    

2.10.11

Hidup Setegas Kentut (part 2)




......Periode Pasar Minggu (masih balita).....
            Pada periode kehidupan di Pasar minggu aku mulai bisa mengenal dan berteman dengan orang lain. Pasar Minggu memang bukanlah tempat yang sama sejuknya seperti di Bandung. Pasar Minggu itu panas dan ramai sekali. Di sana kami tinggal dekat seorang ibu haji asli betawi dan aku ingat sekali bahwa Bu Haji ini sering sekali masak jengkol. Baunya semerbak ke mana-mana.
            Saat aku tinggal di Pasar Minggu, aku mendapat seorang adik laki-laki. Tepatnya saat itu aku berusia 3,5 tahun. Sebagai seorang kakak yang baik dan bertanggung jawab aku sering jadi repot sendiri. Adikku itu lahir 10 Juni 1994, Jumat Keliwon, 1 Suro (tahun Jawa) dan bertepatan dengan hari raya Waisak. Sehingga ia pun diberi nama Aloysius Gonzaga Ilham Sidartha. Sebagai seorang kakak baru aku termasuk kakak yang manis namun ada kalanya aku sering ngambek minta perhatian.
            Sejak aku punya adik, ibuku pun mengambil pembantu baru karena Mbak Sus merawat omaku dari pihak ayah. Pembantuku yang baru ini masih kecil bernama Mbak Sarmini, berusia 15 tahun. Satu hal yang paling aku ingat dari Mbak Sarmini adalah dia punya kutu. Kutunya buanyaaaaaaaaaaak sekali... sampai berjatuhan. Haha..bohong deng! Pokoknya kutunya sangat banyak!!
            Aku dijaga oleh Mbak Sarmini saat kedua orang tuaku bekerja. Banyak hal yang kami lakukan bersama dari bermain boneka, masak-masakkan, sampai akhirnya terjadilah penyebaran agama. Ternyata penyebaran agama isalam tidak hanya dilakukan oleh pedagang Arab dan Gujarat saja melainkan oleh pembantu rumah tangga. Aku sering melihat Mbak Sarmini sholat. Ia adalah penganut islam yang taat. Aku sangat tertarik dengan  tata cara agama islam yang menurutku mempunyai estetika ritual yang tinggi. Dengan berdiri, berlutut, bersimpuh, tengok kiri kanan, jari menunjuk hingga sampai nungging-nungging pun aku rela lakoni.  Karena aku tidak tahu doa-doanya yang terdengar seperti was wes wos bagiku , akhirnya aku pun merapalkan doa Bapa Kami. Sudah pasti bisa dibayangkan betapa kagetnya orang tuaku melihat anaknya yang berdoa dengan khusyuknya.
            Aku juga punya pengalaman menyakitkan saat aku masig balita dulu. Saat anak-anak seumuranku bermain Barbie aku malah berlari-larian mengejar ayam jago Bu Haji tetanggaku. Pelajaran yang bisa aku ambil adalah ‘Jangan mengejar ayam jago tetanggamu!’
            Begini ceritanya, suatu hari saat itu kira-kira pukul 11.30. Aku sedang berjalan-jalan di depan rumahku mencari temanku si Bawi. Si Bawi itu anak laki-laki cadel yang lebih tua 4 tahun dari aku dan dia baru saja disunat. Tapi karena dia tidak suka pakai sarung karena pedih akhirnya dia memutuskan untuk telanjang setengah badan. Bisa bayangkan dong bagaimana kabar burung si Bawi ini?
            Sayangnya saat aku cari si Bawi dia lagi pergi ke Tangerang jadi akirnya aku pun bermain sendirian. Lalu tiba-tiba ada ayam jago Bu Haji lewat dihadapanku. Aku berkata dalam hati ‘Eh ayam nih!’ Lalu aku pun berjalan kearah ayam itu dengan mengendap-ngendap dan dengan ganas aku pun mengejar ayam jago malang itu. Ayam jago itu berlari-lari ketakutan dan melompat-lompat. Aku senang bukan main sampai terkekeh ngos-ngosan. Entah bagaimana caranya si ayam jago itu pun berbalik arah ke depanku. Mata ayam jago ini bengis dan sepertinya akan terjadi pertumpahan darah antara aku dan ayam jago ini. Hingga ayam jago ini pun berganti mengejarku. Kini posisinya terbalik. Aku berlarian dengan berteriak-teriak.
            Ayam jago ini sungguh gigih mengejarku. Aku mulai kelelahan lalu tersandung batu. Aku jatuh. Cuup! Aku pun dicium ayam jago Bu Haji di pipi atau mungkin lebih tepatnya dipatok ayam jago di pipi. Aku menangis pulang ke rumah dan ayam jago itu pun terlihat amat puas berbalik ke kandangnya. Itulah pembalasan dendam ayam jago.

.... Bumi Seprong Damai...
            Usiaku empat tahun saat itu. Aku harus pindah ke BSD karena Pasar minggu mulai ramai dan tidak kondusif untuk pertumbuhan anak-anak.  BSD, Bumi Serpong Damai adalah nama yang terdengar aneh bagiku saat itu. Bahkan pengucapannya pun sulit— Seprong.
            Kehidupanku di BSD sebenarnya sangat menyenangkan aku tinggal di blok P dekat gereja Santa Monika.   
            Kehidupanku di BSD amat menyenangkan. Aku dan adikku bisa bertumbuh dengan wajar dan damai. Lingkungannya pun asri. Aku menghabiskan masa-masa batitaku di BSD. Sebelum masuk TK aku masuk playgroup di Santa Angela. Di sana aku bersekolah selama setahun. Aku masih ingat akan hari pertamaku di sana. Aku menangis menjerit-jerit sampai capek dan akhirnya aku pun belajar menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarku. Sampai akhirnya aku pun lulus dari play group dan melanjutkan ke TK Santa Ursula BSD.

...Berfoto dengan Power Rangers Item....

Aku yang berbaju pink :)
           
           Seiring dengan berjalannya waktu aku mulai mengenal dengan yang namanya televisi. Aku mulai suka dengan acara televisi anak-anak. Mulai dari film kartun Doraemon sampai film yang bertemakan pahlawan Power Rangers. Anak-anak seusiaku di sekolah TK Santa Ursula BSD mulai sering membicarakan hebohnya film tersebut. Aku sangat suka sekali dengan film Power Rangers.
            Sampai suatu kali aku diajak tanteku serta sepupu-sepupuku untuk ikut acara Temu Sapa dengan Power Rangers. Acara ini sejenis jumpa fans dengan Power Rangers. Kalau anak-anak TK sekarang mungkin jumpa fans dengan Justin Bieber aku jumpa fans dengan Power Rangers. Aku suka sekali bisa foto bareng dengan Power Rangers pengalaman yang sungguh menyenangkan menurutku. Namun sayangnya hanya ada Power Rangers warna hitam saja yaaa....mungkin kostum Power Rangers yang lain belum dijahit kali.

... Penghapus Teman Nampak Lebih Bersih daripada Penghapus Sendiri....         
            SD adalah masa-masa yang mulai jelas dan sadar akan identitas diri. Aku pun begitu. Saat itu aku baru saja masuk sekolah SD kelas 1. Aku diajar oleh Ibu Emil. Seperti anak-anak kebanyakkan aku pun pastinya punya kecenderungan setengah normal lainnya. Aku sangat tertarik dengan barang milik temanku, terutama penghapus. Mungkin sama seperti pepatah ‘Rumput tetangga Nampak lebih hijau daripada rumput sendiri.’ Itu pun sangat pas dengan yang terjadi padaku. Ada sebuah cerita nakal yang pernah aku lakukan.
            ‘Lynda, pinjem penghapus dong!’ ujarku
            ‘Oh…iya ambil saja. Aku baru beli kemarin di BSD Plaza!’ sahut Lynda. Lalu aku pun mengambil penghapus Lynda itu. Sesampainya di rumah ibuku pun mengecek buku tugasku. Aku sedang mengerjakan PR.
            ‘Metta,penghapus baru ya?’ ujar ibuku.
            ‘Iya,Bu kata temanku itu beli di BSD Plaza.’sahutku sambil mengerjakan PR.
            ‘Kata temanmu?’ tany a ibuku.
            ‘METTA! Kamu mencuri yah?’ bentak ibuku.
            ‘Nggak kok,Bu aku dikasih sama dia!’
            ‘Besok kembalikan!’ ujar ibuku . Keesokan harinya aku dan adikku pun pergi ke BSD Plaza beli penghapus.

...Terima kasih, Bu Siksa ...
            Pembelajaran yang ada terus berkembang di dalam hidupku seiring dengan bertambahnya usiaku. Tidak hanya di rumah namun juga di sekolah. Di sekolah tepatnya, anak-anak digembleng lebih keras lagi. Dengan bentuk situasi sekolah yang asing bagi anak justru membuat pembelajaran yang lebih kuat lagi untuk anak dan akan diingat selalu. Di sekolah bukanlah comfort zone yang aman karena anak dituntut untuk mandiri dan mematuhi aturan apapun itu. Ikuti saja.
            Saat aku duduk di kelas satu SD ada satu kejadian yang selalu aku ingat. Begini ceritanya, pada hari Minggu aku dan keluargaku ke rumah tanteku. Di sana minum es kelapa muda. Mungkin karena lambungnya tidak kuat atau bagaimana hingga akhirnya keesokan harinya saat di sekolah perutku melilit dan mencret-mencret. Aku pun dibawa ke UKS dan berbaring di sana. Saking tidak tahannya aku pun pergi ke kamar mandi terus dan terus, hingga aku bolak balik UKS dan WC. Hingga suatu kali tiba-tiba di UKS aku melihat ada ibu-ibu. Aku berjalan limbung ke ruang UKS dan hendak berbaring sejenak.  Saat aku  sedang jalan menuju kasur tiba-tiba terdengarlah lengkingan suara ibu-ibu itu.
            ‘HEI KAMU SINI!’ teriak suara itu dengan nada memerintah. Perempuan itu memanggilku dengan nada suara mengancam mematikan.
            ‘ Iya, kamu sini sebentar!’ sahutnya. Ia adalah Ibu Siska, dia seorang guru TU yang saat itu sedang jaga piket.
            ‘Iya,Bu?’ sahutku pelan sambil menahan rasa sakit perutku.
            ‘ Apa yang harus kamu katakan sebelum masuk ke ruangan?’tanya Ibu Siska dengan suara berbahaya. Perutku tidak bisa diajak kompromi. Makin melilit.
            ‘Hah?Mmmmm…’ Sumpah mati perutku sakit dan tidak bisa berpikir dengan tenang.
            ‘Iya kamu harus bilang apa ke saya?’ tanya Bu Siska.
            ‘ Bilang permisi,Bu?’ ujarku takut-takut ala anak SD kelas 1 yang sakit perut.
            ‘Iya begitu. Apa kamu tadi bilang permisi? Nggak kan? Sudah kamu ulang lagi sana dari depan pintu!’ perintah Bu Siska
            ‘Ulang,Bu?’ tanyaku tidak percaya namun dengan gontai sambil memegangi perut aku mengetuk pintu mengulangi.
            ‘ Ya…bagus sudah berbaring sana.’ ujarnya kemudian. Lalu aku pun bergegas ke tempat tidur.
            ‘ Hey stop kamu! Kamu harus bilang apa?’ tanya Bu Siska dengan nada jengkel.
            ‘ Makasih Bu….’ ujarku.
            ‘ Makasih ke siapa?’ ujar Bu Siska nyebelin.  Mati deh! Aku lupa namanya.  Seingatku namanya agak susah untuk diucapkan oleh anak kelas 1 SD sepertiku apalagi sedang keringat dingin sakit perut dan mencret-mencret.
            ‘ Terima kasih Bu Sik…..eh Bu Sik…ck! Terima kasih Bu Siksa!’ kataku. Aku merasa ada yang aneh dengan ucapanku itu. Sepertinya ada yang salaj kok namanya si ibu itu jadi tidak indah ya? Memang ternyata aku salah menyebutkan dari Siska menjadi Siksa. Fatalkah?
            Itu merupakan pengalaman pahit yang tak pernah kulupakan. Hingga sekarang aku tidak pernah lupa kata permisi dan terima kasih. Namun rasanya ajaran Bu Siska terhadapku si kelas 1 SD itu kuranglah tepat.

…Rumpi Kala SD….
            Masa SDku seperti anak-anak kebanyakkan, dengan segala kenakalan dan sok tahu ala anak SD. Sering kali aku dan teman-temanku anak SD ngerumpi hal-hal yang tidak penting. Seperti misalnya saat ada gosip hantu di sekolah, Mr.Gepeng aku ikut-ikutan telpon ke nomor 7777777. Aneh. Permainan lompat tali pun kerap menjadi andalan saat sedang istirahat.
            Cita-citaku saat SD buanyaaaaaaaaak sekali. Dari mau jadi guru, sutradara film, sampai jadi kasir aku pun mau. Aku ingat betul kenapa aku mau jadi seorang kasir di swalayan karena aku melihat mbak-mbak kasir memiliki banyak uang jadi aku mau deh jadi kasir. Lalu akhirnya aku berubah cita-cita lagi ingin jadi petualang yang bisa jalan-jalan ke mana-mana dengan berbagai cerita-cerita mendebarkan yang eksotis seperti di film-film Indiana Jones dan buku-buku Winnetou. Maklum Metta kecil sangat suka membaca ini itu karena aku biasanya saat SD harus menunggu ibuku pulang bekerja, jadi aku bermain-main di perpustakaan dan membaca banyak buku di sana.
            Itulah masa SD menyenangkan. Ketika tidak mempunyai beban apa-apa dan serasa hidup itu indah walaupun besok ada ulangan. Ibuku termasuk orang tua yang sangat streng aku ingat saat aku ada 2 ulangan pasti aku tidak boleh bermain pada sore harinya karena aku harus belajar. Kadang aku sebal karena anak-anak tetangga ribut dan heboh bermain di depan rumah tapi aku harus duduk di belakang meja belajar. (bersambung) 
            

28.9.11

Hidup Setegas Kentut (part 1)

nb: Ketika aku sedang membuka-buka karya lama jaman SMA, tiba-tiba muncullah sebuah kertas dengan judul Tugas Antropologi. Aku lupa ini tugas apa tepatnya namun kurasa tulisan ini cukup bagus untuk diketik ulang dan ditaruh di blog dari pada terbuang sia-sia. Akan dibagi menjadi beberapa bagian karena cukup banyak. Selamat membaca!


Hidup Setegas Kentut

Metta,3 tahun. Foto untuk kartu lebaran.
Fotografer: Bob Haryadi aka Babeh :) 


Pada hakikatnya manusia adalah ciptaan Nya
Dari akar-akar manusia sendiri
Mengapa kita musti tercerabut, terbuang?
Berbeda antara satu dan yang lain?
Sedangkan kita berasal dari akar yang sama?
Sebenarnya kita manusia,
Makhluk sosial
Atau
Makhluk So Sial?


***

‘Maaf bagaimana menuliskannya Mbak?’
‘M-e-t-t-a. Huruf T-nya double.’

Ya....itulah namaku Metta, yang artinya cinta kasih. Banyak sekali orang salah dalam menulis namaku. Mereka menuliskan namaku dengan huruf T yang hanya satu. Aku sebal sekali. Enak saja mengganti nama orang seenak jidat sendiri.

Metta—dengan huruf T double terasa lembut memukau. Pengucapannya puin terasa lebih indah dengan sentuhan huruf T yang tegas dan diakhiri dengan huruf A yang mengaga sempurna. Nah....kalau mengucapkan Meta pengucapannya jadi terasa cepat dan akan ada tambahan huruf lainnya seperti L dan K. Sehingga menjadi seperti MetaL dan MetaK. Sungguh gatal kupingku dibuatnya.

...Ketika aku masih balita dulu...
            Aku lahir di Bandung, 30 Desember 1990. Aku tidak ingat bagaimana aku dilahirkan dan dibesarkan. Aku lupa. Tapi menurut orang lain saat aku masih kecil, aku ini galak. Aku pernah menjepit jari sepupuku di pintu.
            Masa kecilku saat itu sangatlah mengasyikan. Selain karena tinggal di kota Bandung yang saat itu masih dingin dan sejuk namun ada alasan lain. Yakni kedekatan dengan saudara-saudaraku. Aku tumbuh ditengah-tengah saudara-saudara sepupuku. Mereka sering kali datang ke rumah kami. Bisa dibilang aku saat itu adalah anak terkecil diantara sepupuku yang lainnya. Sehingga tentu saja aku mendapatkan perhatian lebih.
            Saat aku masih bayi ibuku bukanlah ibu rumah tangga biasa. Dia adalah seorang guru di Santa Angela, Bandung. Apabila ibuku sedang pergi mengajar di Santa Angela, aku pun akan diasuh oleh pengasuhku, Mbak Sus namanya. Orang jawa tulen dengan rambut yang sangat panjang hingga pinggang tapi dalam kesehariannya selalu ia gelung dengan ikat rambut. Mbak Sus ini sangat sabar dan setia, ia pun sayang dengan anak kecil. Terkadang sebulan sekali nenek dari pihak ibu datang Ciamis untuk sekedar menjengukku. Saat aku kecil aku sangat dekat dengan nenek.
            Hobiku saat balita adalah naik taksi anak-anak yang mulai beredar di sore hari dengan lagu-lagu ala bocah. Jalur taksi anak-anak ini hanya seputar kompleks perumahan saja. Dengan membayar Rp 100,- anak-anak bisa terhibur dan bisa berkeliling komplek perumahan. Apabila anda sekalian melihat anak perempuan lecek  dan rambut awut-awutan sehabis tidur siang. Aku lupa bagaimana rasanya naik taksi anak-anak.
            Satu sifat yang tidak pernah hilang sedari aku kecil adalah ceriwis. Aku bukanlah tipe anak pemalu. Biasanya anak-anak seusiaku saat gigi susu belum lepas pasti mereka akan malu apabila ditanya pertanyaan sederhana seperti siapa namamu, sudah makan belum dan pertanyaan ringan lainnya namun beda denganku. Aku tidak hanya memberi jawaban iya/tidak namun juga menyajikan cerita-cerita yang lain. Aku saat itu selalu ingat apabila ada orang bertanya harus dijawab . Pernah suatu kali aku tidak menjawab dan malu-malu kucing sehingga aku pun mendapatkan ganjaran setimpal atas perbuatanku yakni dicubit. Jadi, pembelajaran awal yang selalu ditanamkan kedua orang tuaku adalah menjawab pertanyaan orang lain.
            Saat aku masih kecil hingga sekarang banyak orang yang bingung dengan caraku saat memanggil kedua orang tuaku. Aku memanggil ibuku dengan sebutan ibu. Sedangkan memanggil ayahku agak berbeda dari aturan dan norma yang berlaku. Aku langsung memanggil namanya Bob. Aku juga tidak tahu apa asal usulnya.
            Aku pun mempunyai kebiasaan-kebiasaan aneh. Yakni, mempunyai bantal aneh yang aku percaya sebagai bantal keramat, bahkan aku pun menamakan bantal itu dengan sebutan geli-geli. Itu adalah bantal yang paling nyaman sedunia. Bantal keramatku ini sekilas nampak biasa namun apabila diperhatikan dengan lebih teliti akan nampak pulau-pulau putih yang menghiasi geli-geliku, yaaaa itu tak lain dan tak bukan adalah ilerku. ;p Maklum aku kalau tidur ngiler. Mengapa aku memanggil bantal keramatku dengan sebutan geli-geli? Karena eh karena bantalku ini sebenarnya adalah bantal untuk sofa sehingga ada renda-renda disekelilingnya. Warna dasarnya coklat dengan gambar bunga-bunga. Oleh karena adanya renda-renda halus disekelilingnya dan saat kuusap renda-rendanya tanganku jadi geli keenakkan jadi aku pun menyebutnya dengan geli-geli. Kreatif bukan? Haha. Dan untuk sekedar informasi aku masih sering tidur dengan geli-geli. Sampai sering kali temanku suka bercanda mau buang geli-geliku atau mungkin mempertanyakan apakah aku saat sudah bersuami masih tidur dengan geli-geli ?
            Penampilanku saat itu, kata orang amat imut, manis dan menggemaskan. Dengan muka bulat, jidat jenong, potongan rambut bob dan rambut ikal keriting kecoklatan yang sering kali diikat tinggi seperti air mancur.
            Rumahku pada awalnya ada di Arcamanik, Bandung namun kami sekeluarga pindah ke Pasar Minggu, Jakarta agar memudahkan ayahku bolak-balik. Pasalnya, karena jarang bertemu dengan ayahku aku suka lupa dan saat bertemu aku seperti tidak mngenalinya. Maklum, anak balita. (bersambung)

18.7.11

Pendidikan Milik Siapa?


Bisa dibilang aku termasuk orang yang beruntung bisa mencecap pendidikan di sekolah bermutu. Sedari playgroup aku selalu disekolahkan di sekolah katolik. Pertimbangan kedua orang tuaku adalah selain karena aku seorang katolik namun juga mencari seolah yang jelas visi dan misinya. Misalnya ketika aku playgroup aku dimasukkan ke Santa Angela di BSD dan saat TK sampai SMA aku sekolah di Santa Ursula BSD. Kami bukan orang berada yang bisa membeli kebutuhan tertier yang tidak diperlukan namun kedua orang tuaku selalu menginginkan anak-anaknya bersekolah dengan pendidikan katolik yang disiplin dan ketat sehingga terbentuk pribadi yang kuat dan bebas. Yah namanya juga anak muda tentu saja aku pun sering melanggar peraturan sekolah, kadang sering ngomel-ngomel dengan pendidikan disiplin dan ketat itu hahaa kadang aku jadi teringat dengan masa-masa itu. Ketika aku ditahan di depan gerbang sekolah karena rokku tidak 10 cm di bawah lutut atau misalnya lupa bawa serviam atau lupa bawa name tag.

Lalu lepas dari masa-masa SMA aku mendapat beasiswa ke Taiwan dan kebetulan univ. yang kumasuki juga katolik. Sungguh aku sangat beruntung bisa mencecap pendidikan yang akhirnya bisa membawa aku pada masa-masa ini. Hingga kadang aku berkaca dan melihat betapa begitu banyak orang yang mungkin kurang beruntung atau malah tidak bisa mencecap pendidikan. Pendidikan zaman kini merupakan sebuah kebutuhan manusia untuk hidup yang lebih baik lagi dari leluhurnya. Pendidikan bukan hanya dalam artian sekolah formal TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi namun juga masih banyak 'sekolah-sekolah lain' yang menunjang pendidikan. Kurasa seharusnya pendidikan zaman kini bukanlah sebuah sesuatu barang mahal yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Tapi oh sayangnya bukan begitu kenyataannya.

Sekolah terlalu mahal. Meski sudah banyak subsidi dari pemerintah yang digelontorkan untuk membuat SPP gratis. Namun sayangnya ternyata masih ada biaya-biaya pungutan lain yang bermunculan tentu memberatkan orang tua siswa juga. Belum lagi makin maraknya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dengan iklan yang membuat orang tua tergiur memasukkan anak kesayangannya bersekolah di sana. Ya ya ya memang kita haruslah bisa bersaing dengan dunia luar karena adanya era globalisasi sehingga bahasa inggris dan mandarin menjadi sesuatu yang patut untuk dikuasai. Orang tua mana sih yang tidak mau memberikan sesuatu yang terbaik untuk anaknya sendiri? Bagi orang tua anak merupakan harapan jadi pastilah orang tua akan berusaha sekuat tenaga untuk menyekolahkan anaknya di 'sekolah bermutu'.

Kurasa sekarang adanya pergeseran makna pada 'sekolah bermutu'. Kini istilah tersebut lebih condong ke sesuatu yang bertaraf internasional dengan pengajaran full inggris dan mandarin. Kini identitas pendidikan Indonesia haruslah dipertanyakan. Visi misi sekolah pun makin bergeser yakni mempersiapkan pribadi untuk bisa bertarung di kancah internsional. Bagaimana mau bisa bertarung di kancah internasional apabila tidak bisa mengerti identitas bangsa sendiri. Sudah seharusnya pendidikan itu bersanding erat dengan budaya itu sudah merupakan pasangan klop yang disesuaikan. Membentuk pribadi yang beraklak dan berbudaya Indonesia dengan pemikiran global dan bertindak lokal. Sepertinya kebangkitan pendidikan Indonesia yang berbasis kultur menjadi sesuatu yang urgent.

Pendidikan Indonesia belumlah merdeka. Masih banyak diskriminasi sana-sini. Pendidikan berjalan diskriminatif untuk pemilik uang, pendidikan menjadi sesuatu yang komersil dengan program-program 'wah' dan menggiurkan. Tak bisa dielakkan kasta pendidikan menjadi eksis dan itu tidak sehat. Contohnya saat saya live in zaman dua tahun yang lalu, aku live in di Dusun Bolo Dukuh, Sidoarjo, Jateng. Kebetulan ibu dam bapak live in ku adalah seorang guru. Suatu hari aku berjalan-jalan ke tempah bapak dan ibu mengajar dan kulihat palang putih dengan tulisan besar-besar: bertaraf nasional. Dengan gedung hijau muda dan lapangan upacara di depannya persis sekolah-sekolah negeri di desa yang sering kita lihat di sinetron-sinetron. Ketika di kota-kota besar sekolah-sekolah mulai berlomba-lomba menulis sekolah mereka bertaraf internasional namun mereka dengan bangga menulis bertaraf nasional.

Pendidikan merupakan bekal anak untuk masa depan. Sudah seharusnya pendidikan pun memihak rakyat dengan harga yang terjangkau dan program-program yang menunjang tumbuh kembang anak. Jangan sampai si kaya dan pintar semakin pintar dan si miskin dan bodoh semakin terbelakang. Janganlah menjadikan pendidikan sebagai bisnis besar-besaran hingga melupakan visi misi penting yang harus diajarkan pada anak, buatlah pendidikan yang adil untuk anak Indonesia. Toh mereka juga yang akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa dan penerus bangsa. Mengapa tidak kita sayang dan pelihara? Itu hak setiap anak atau individu untuk mendapat pendidikan yang adil dan layak.

2.4.11

Kecil-kecilan






Senangnya punya ajang kreasi kecil-kecilan pelarian dari kehidupan yang serba cepat. Terjadwal. Terkondisi. Berlari sebentar untuk sekedar menyendiri, menghela nafas, mengumpat, atau bahkan menangis. Karena terkadang orang sekitar kita terlalu ‘ingin tahu’ dengan urusan sekitarnya. Aku kadang bosan harus diintip dan diintai. Tanpa ada privasi. Kadang aku jadi tak tahu mana yang harus aku anut.
Menyendiri dan menyepi itu perlu. Dan menurutku kadang kita perlu lebih menyendiri dan menyepi. Sedikit egois dengan diri kita. Tidakkah kita punya hak untuk sekedar menikmati pikiran kita dan pribadi kita sendiri saja???
Inilah sebuah ruang untukku berbagi pada sebuah dunia lain. Sebagian cerita dan pemikirannku.
Tak peduli terdapat hirau ataupun apa. Karena aku tidak memerlukan hirau. Aku hanya suka sedikit menulis dan menumpahkan pikiranku yang kadang tidak sama dengan orang lain. Rasanya kita manusia belum cukup demokratif untuk bisa menerima pemikiran manusia lainnya. Termasuk aku termasuk kamu.
Jadi, cukuplah menulis membuatku bisa merasakan sedikit esensi dari kebebasan berbicara.


Nb. Aku sedang sibuk belajar nih buat test jermanku 7-8 Mei aaaaaaa tidak!! Tidak ada waktu untuk ini itu! Ck!

1.3.11

Pesan di sebuah pot


Sekedar sebuah pesan manis untukku.
Pesan pengingat untukku.
Terkadang kita tidak pernah tahu akan apa yang terjadi esok hari
Atau lusa

Mengapa tidak dikerjakan hari ini?
Mungkin saja berguna untuk hari mendatang :)
Tidak ada kata dahulu atau esok.
Dahulu sudah berlalu
Esok adalah cerminan perbuatan kita hari ini.
Hiduplah untuk hari ini, sekarang.
Karena tidak ada waktu yang lebih tepat dari pada SEKARANG.
Ayo jangan tunda, Metta!

14.2.11

Kekasihku Kurayu


Kuseduh dalam daun-daun teh yang kering dan harum aromanya
Melati alum yang tersiram air kehidupan menjadi aroma kasihku
merona cinta sejati yang kau dekapkan pada Metta dan Aga.
Aku terkesan bila kala subuh di halau sang fajar kau berontak
bergegas beranjak dari dekapku , kau lemparkan sarung bali dan lompat
turun dari ranjang kayu ukiran kuno , ke dapur , kau siapkan sarapan pagi kami.
Sungguh, ini yang tak pernah kupikirkan waktu itu, ketika kita bertemu
dikota kecil Muntilan,
kau duduk disebelahku dalam bis jurusan Semarang.
Langsung seketika itu juga inilah jawaban doa permohonanku.
Betul , 20 tahun sudah kita diberkahi 2 anak dalam penziarahan didunia ini.
Kau tetap dengan aromamu yang khas, dan aku tahu itulah memang aromamu,
Bila aku buta nanti aku akan tetap tahu kau yang lewat dibelakangku, pasti.
Sungguh Allah yang menjodohkan kita dalam satu tatanan surya hingga saat
hari akhir nafasku.
Tapi sedihnya, masih banyak cita-cita kami yang belum terwujud,
namun tetap masih dalam pendarasan doa sepanjang kesempatan ada.
Doaku doamu sama untuk kami yang sepasang harus selalu didaraskan
tak kunjung usai bila Sang Allah belum menurunkan Kehendaknya,
tak usah menghitung waktu bila hati mulai gundah menunggu, menuntut,
biar waktu yang mengikuti rotasi bulan dan matahari.
Awan bergayut kesana kemari menari kian kemari meledek kita yang gundah
berharap terus kapan terkabulnya pinta kita yang segunung !
Entah kapan, waktu yang akan memberi tahu,
tunggu saja Sang Karunia Ilahi pasti akan tiba pada waktunya,
tanpa harus terlambat sedetikpun kata pemazmur ulung.
Sebab sudah dihitung oleh Sang Khalik, Sekehendakmulah !
Enung…Enung , bukan awan yang bebas melayang riang,
dia yang kusunting di kala bulan purnama sidi, 20 tahun yang lalu,
dan Allah memberi Berkat dan Rahmat berujud Metta dan Aga.


12 02 2010
Puisi Kasih dari Y.Bob Haryiadi Martopranoto untuk :
Christina Enung Martina yang telah 44 tahun.
Tuhan Memberkati.

new post

ganti blogspot

 YAK  pemirsah, maapin banget nihh udah ga punya blog.com karena......hhh yaudahlah kayaknya gapapa hehe. tadinya aku mau melatih pemikiran ...