Tulisan yang ditulis bukan karena sudah nonton AADC2 karena saya
belum ingin nonton, sepertinya masih
ramai sekali jadi memilih nanti saja. Mungkin sudah
masuk geng oma-oma yang tidak suka keramaian. Jadi saya mau menikmatinya dengan tenang dan
tidak tergesa-gesa. Beberapa waktu lalu saya melihat ada satu pasangan unyu
sweet memasang video. Lalu saya merasa sepertinya saya beneran sudah oma-oma
karena merasa video itu harusnya tidak untuk dipublikasi. Atau saya jadi curiga
saya kelamaan sendiri jadi rewel. Tapi sebenarnya menurut saya tetap video itu
sebenarnya adalah koleksi pribadi karena dengan melihatnya saya jadi mules. Lalu
saya berpikir mungkinkah karena mereka sedang kasmaran hingga mabuk kepayang
hingga akhirnya demikian? Hingga akhirnya lupa ada beberapa yang sebenarnya
adalah sesuatu yang intimate untuk dinikmati berdua saja karena pasti lebih
enak. Ataukah kita sudah masuk zaman semua orang harus tahu hingga urusan daleman
sekalipun? Ataukah sepenting itukah harga aktualisasi seseorang dan kebutuhan
seseorang untuk diakui? Ya, itu juga benar. Saya dan kamu pasti membutuhkaan
rasa diakui oleh orang lain kan?
Namun keresahan saya bukan itu, melihat pasangan itu
sedemikian sweet dan manisnya saya jadi gelisah sendiri bagaimana jikalau cinta
itu sudah habis? Berakhir sudahkah video dan foto itu jadi artefak di internet?
Ataukah saya yang sedang terlalu sinis dengan cinta? Mungkin iya. Sesungguhnya
saya sedang berpikir realistis kalau saya merasa cinta akan habis. Selesai.
Demikian. Bye. Karena saya merasa kerap kali cinta saya habis karena bosan,
karena tidak tahu harus bagaimana memeliharanya dengan baik dan saya pun
khawatir dia pun pasti bosan setengah mati dengan saya. Hingga akhirnya kita
menyerah dan selesai. Cinta sudah selesai mari kita bebenah dan berakhir dengan hati
yang kosong tak berisi. Jikalau misalnya definisi kebahagiaan berakhir dengan
jatuh cinta dan menemukan pasangan yang pas, rasanya kita menyempitkan definisi bahagia itu sendiri. Jikalau misalnya dengan menemukan laki-laki yang
pas sebagai tujuan akhir, saya rasa pasti saya akan nelangsa. Saya yakin
sebenarnya hidup kita ini tidak hanya untuk menikah dan berkeluarga saja kan? Lebih
dari itu. Itu hanya diantaranya.
Kembali lagi ke pertanyaan saya, apakah itu hanya menjadi
ketakutan saya saja jikalau cinta itu akan habis dan pudar pada akhirnya dan
berakhir dengan komitmen saja. Menjalani sesuatu karena saya sudah komit untuk
menjalani ini. Saya rasa jikalau dijalani tidak dengan cinta dan hanya komit
saja, yang ada saya pasti koit. Coba deh bayangkan, ketika kecantikan,
ketampanan,kemudaan, kegairahan, keseksian, kecerdasan, kepintaran, keperkasaan
itu sudah lenyap begitu saja dan lalu apabila seandainya dua pasangan ini
saling jatuh cinta karena alasan di atas, akan habiskah cinta? Apakah cinta
masih akan ada di sana? Namun bagaimana mekanismenya bisa tetap ada? Pernah
saya membaca tentang tingkatan cinta yakni eros, philia dan yang tertinggi
agape. Cinta eros adalah cinta yang menginginkan, philia adalah cinta pada
teman, saudara, sahabat dan cinta agape adalah cinta tak bersyarat. Cinta pada
kekasih dimulai dari cinta eros yang saling menginginkan dan cinta itu
seharusnya makin bertumbuh menjadi cinta agape, tak bersyarat.
Gila, saya tahu saya teoritis sekali dan sudah mulai
nyebelin. Namun jika benar tidak ada mekanismenya dengan dalih cinta itu ‘mengalami’, berarti sekarang salah
sayalah yang belum genap mencintai. Saya masih mencintai dengan karena. Karena
dia pintar, karena dia seniman, karena dia kumisan, karena dia menawan, karena
dia seksi, karena, karena, karena. Saya kini merasa tiba-tiba kata-kata saya
menguap di udara apabila mendefinisikan cinta itu sendiri. Seperti tukang
jualan obat di pasar yang teriak-teriak obat ini paling manjur bla bla bla.
Apakah selama ini tolak ukur saya mencintai seseorang bukan karena dia namun
karena embel-embel dia di belakangnya. Bahwa yang saya cintai adalah
pelengkapnya bukan jiwanya hingga saya seringkali bosan lalu habis cinta saya.
Rasanya saya tolol sekali ya dan mencintai dengan
tulus-tulus saja adalah kesulitan kedua setelah tantangan menjilat sikut
sendiri. Bukan berarti tidak bisa, itu bisa dengan catatan diperlukan hati yang
tiada duanya untuk menerima. Menerima dan berpasrah mengikuti. Semoga kelak jikalau memutuskan untuk menikah dengan seseorang bukan karena embel-embel tetek bengek namun karena jiwanya dan semoga menjalani pernikahan bukan karena komitmen saja namun ada cinta kasih di dalamnya.
Duh setelah saya
pikir-pikir betapa saya ini cupu karena tidak berenang ke tempat dalam namun
hanya main di pinggiran takut tenggelam. Sebegitu egoisnya saya di cinta-cinta
lama namun ternyata menyadarkan kesalahan. Lalu tersadar dan merasa tolol sendiri. Baiknya sih sadar, daripada tidak. Karena akan ada cinta baru entah kapan. Ya kan?
Wah analogi yang baik ka :) cinta punya interpretasi yang berbeda-beda bagi setiap kita.
ReplyDeleteBtw ini Canty ka yg di writing table hr minggu. Selamat berkarya, kita, ka.
Http://kisahsajak.tumblr.com
Hai Canty :)) terima kasih sudah blogwalking, karyamu juga bagus dan menyentuh sekali. Akan dikunjungi sering-sering!! Ayo berkarya ya! Nyalakan apinya!
Delete