pic: Ilham Sidartha |
Nenek adalah seorang
petani. Memiliki rumah luas dengan pekarangan sekebon sendiri seperti orang
desa pada umumnya. Dia memiliki sawah, kebun, ladang, kolam ikan,
kambing dan beberapa ekor anjing. Lalu wangi rumah Nenek sangat khas dengan
udara sejuk dan dingin khas pegunungan. Apabila berjalan ke jalan raya sisi
kanan kiri sekitar rumahnya adalah pepohonan tinggi yang menurut saya adalah
hutan karena cukup lebat dan gelap. Menariknya ketika pagi hari, saat berbicara
nafas kita akan ngepul asap seperti di film-film Korea itu. Was wes wos gitu.
Sosok Nenek bagi saya
adalah sosok perempuan yang kuat dan pekerja keras. Dia adalah pelindung
keluarga, motivator yang handal dan mencintai Yesus sepenuh hati. Sepertinya
Nenek baru memeluk agama Katolik saat orang Indonesia harus memilih agama
masing-masing karena Kepercayaan Sunda tidak diperbolehkan dipeluk lagi pada
masa itu. Nenek memilih Katolik dan beberapa kakak dan adiknya memilih Muslim.
Menariknya Nenek sangat suka menggunakan jilbab saat berpergian atau
acara-acara besar, takut masuk angin katanya. Saya rasa Ibu sudah belajar
pluralisme dari Nenek sedari usia dini.
Hidup di desa sebagai
petani dengan segala kesederhanaannya membuat pencarian uang untuk sekolah
anak-anaknya jauh lebih sulit. Saat itu sawah dan ladang belum dimiliki
sebanyak sekarang hingga akhirnya tenaga menjadi alat tukar yang utama.
Biasanya akan menawarkan tenaga saat mencangkul sawah, membantu panen raya dan
menyemai bibit. Apabila sedang tidak ada tawaran kerja, maka Nenek akan mencari
daun sereh dan menjualnya berkeliling setiap hari. Dia perempuan kuat hingga
saya dan Ibu adalah fans setia Nenek.
Kini Nenek sudah berumur
78 tahun, tubuhnya kian kurus, jalannya sedikit diseret dan perlahan, lututnya
sering sakit tua dan rematik sering kambuh. Kini Nenek sudah pelupa dan sering
melamun. Sering bercerita berulang-ulang dan bertanya berulang-ulang karena
lupa. Kadang menangis karena ingat masa lalu dan mengira itu nyata. Sudah
seperti anak kecil yang keinginannya harus dipenuhi. Saya sedikit terkejut
karena pada bulan Desember saya pulang, Nenek belum seperti itu. Sudah
berkali-kali diajak tinggal di rumah anak-anaknya namun tidak mau. Dan sangat
bisa dimengerti. Rumahnya sudah menjadi
bagian dari nafasnya. Pekarangan rumahnya yang luas sudah menjadi bagian dari
hidupnya. Pekerjaan sehari-harinya, sawahnya, ladangnya, kambingnya dan
anjingnya sudah menjadi bagian dari Nenek dan tidak bisa dipisahkan. Hidupnya
sudah terabadikan di sana dan tidak bisa dicabut begitu saja hanya karena Nenek
sudah tua dan anak-anaknya ingin merawat dia.
Betapa saya merenungi
bahwa ternyata kita masih tergagap-gagap dengan fase 'menjadi tua'. Padahal itu
adalah hal yang alamiah dan kita akan melewatinya suatu hari nanti apabila
diberikan kesempatan umur panjang. Saya melihat bahwa ada ketakutan untuk
menjadi lemah dan tidak berdaya karena selama ini dunia sudah sebegitu
berisiknya meneriakkan untuk menjadi yang superior dan paling kuat mengalahkan
manusia yang lainnya. Nietzsche memperkenalkannya menjadi Übermensch , super human. Hingga akhirnya kita tidak terbiasa dengan kelemahan
itu sendiri dan ditutup-tutupi sekuat tenaga.
Saya sedikit kebingungan melihat fase penuaan Nenek. Seolah
merasa dia sudah perlahan menghilang dan tidak berada di sini. Sosok kuat itu
kini pudar berganti dengan cara berjalan yang terseret. Saya tidak tahu bagaimana
menyikapinya dan sedikit ketakutan menyelinap bahwa saya dan kamu suatu hari
nanti pun akan mengalami hal yang sama. Betapa saya sedikit terusik mencari-cari jembatan pemahaman
saya dan Nenek. Meraba-raba untuk bisa meraih sampai ke sana dan saya merasa
seolah menjadi karbitan dan melompat banyak anak tangga. Saya tahu jelas beliau
sudah berada di level sekian dengan kebijaksanaan yang dia miliki yang sudah
teruji oleh zaman sedangkan saya masih mengintip takut-takut dari kejauhan. Mengamati
dari jauh fase yang baru ini bagi saya.
Kita tinggal di timeline kita masing-masing, bisa saja
timeline saya dan kamu bersinggungan suatu hari nanti namun bisa saja itu
menjauh. Mungkin ini yang dialami saya dan Nenek. Namun bukan berarti saya
tidak bisa menjangkau timeline Nenek, tetap bisa dengan saya ‘nyebrang’ ke sana
sesekali dan belajar mengalami. Melihat dunia dari sudut pandangnya dan
pemahamannya. Mengenal arti Tuhan dan iman dari lensanya dan kembali mengalami
dan merasakan ziarah hidup dia. Hingga mengingatkan saya bahwa untuk sebuah
kehidupan manusia berjuang mati-matian dan betapa hidup itu berharga meski
sulit. Meski pada akhirnya kita hidup untuk mati di suatu waktu yang telah
ditentukan namun ternyata manusia tetap sedemikian takut akan kematian padahal
itu adalah sesuatu yang pasti. Kita menghindar dan sedikit ngeri karenanya. Menunda
penuaan dan menunda kematian. Sedikit lagi. Selalu sedikit lagi. Padahal segala sesuatu di bawah langit ini ada waktunya.
Saya sampai pada sebuah kesimpulan sendiri, ya memang benar
kita sudah pasti akan mati. Suatu hari nanti tanpa kecuali dan mungkin memang
sifat dasar manusia adalah untuk bertahan dan berjuang hidup.
Seputus asa apapun orang itu memutuskan untuk mengakhiri hidupnya ia tetap
berusaha dan bertahan untuk hidup dengan cara yang berbeda, mengakiri
penderitaan dalam arti harafiah. Mungkin kita sering kali lupa, bahwa untuk
kita hidup sampai hembusan nafas ini ada keajaiban dan kinerja ribuan sel dalam
tubuh yang berkerja keras agar kita tetap hidup dan kita tidak tahu bagaimana
cara kerja ajaib itu.
Sampai suatu ketika di suatu malam saat sedang berdoa malam
dengan Abhimanyu. Dia berdoa seperti biasanya agar tidak mimpi buruk atau dinakali temannya saat bermain. Lalu di akhir doanya dia berkata, “Oh
iya, lupa berdoa untuk Nenek.Ya Tuhan, juga berdoa untuk Nenek karena dia sudah
tua semoga bisa tidur nyenyak dan sehat selalu. Amin.”
Mungkin dengan mengirimkan doa untuk Nenek menjadi jembatan yang kokoh. Dan tanpa kita sadari sampai hari ini pun
kita tetap bertahan dan berjuang karena doa-doa dari orang lain.
Bagus sekali mettaaa 😍 Aku suka tulisanmu. Semoga nenek sehat selalu, senantiasa dalam penyertaanNya dan terus diberi kesempatan utk membimbing anak cucunya dgn kebijasanaan dan cerita hidupnya yang super kece ya met. Amin!
ReplyDeleteHai thesaaa terima kasih ya :) Semoga kita selalu dilindungi Tuhan karena penyertaan-Nya tetap. Amin!
Delete