"Lo mah gak usah khawatir Met urusan mau kerja di mana, nanti kan jadi istri. "
Ujar seorang teman ganteng yang pada saat kuliah saya jatuh cinta setengah mati. Dari segi penampilan dia ok abis. Badan besar, tinggi, tegap model anak basket lalu sedikit kumis dan brewok. Senyumnya manis manja sudah gitu seagama pula. Kece banget lah, pokoknya tipe seorang Metta. Pada saat dia melontarkan hal demikian sebenarnya saya agak syok juga. Dan mau teriak: Woi... hari gini mikirnya segitu doang!! Tapi tidak jadi saya lontarka karena pada saat itu saya naksir setengah mati sama dia. Sehingga saya hanya tertawa bareng dengan dia sambil tersipu malu. Iya...pura-pura bego.
Setelah saya pikir-pikir ada berapa banyak kali ya saya pura-pura bego di depan cowok yang saya suka? Pura-pura kalau saya tidak tahu ini itu, tidak bertanya kritis, pura-pura kalau saya tidak memiliki ambisi apa-apa semata-mata karena saya suka dengan dia. Saya pernah baca artikel di internet dan kira-kira begini bunyinya: Men will feel the need to be more intelligent than their woman in proportion to how masculine they are . Oke jadi logikanya kita harus pura-pura bego jikalau ternyata kita jatuh cinta pada cowok gak pinter-pinter amat?
Lalu pernah tiba-tiba, saya sedang ngobrol random dengan teman saya. Yang akhirnya kita ngobrol tentang perempuan pintar yang akhirnya cerai dari suaminya yang super hot dan menikah dengan cowok yang biasa saja namun seorang guru spiritualist. Lalu teman saya nyeletuk: " Iyalah pasti cerai, mantan suaminya rada bego gitu ga sih Met?" Lalu kami pun berkesimpulan bahwa perempuan memang mencari pasangan yang lebih smart dari dia. Dan memang laki-laki mencari perempuan yang dumber dari dia. Menurut saya ini bisa diterima. Apakah ini seksis sekali kedengarannya? Menurut saya iya. Apakah ini terlalu generalisasi? Iya bisa jadi.
Kemudian kemarin saat weekend saya sibuk nonton serial mandarin My boss and me, yang kira-kira ceritanya begini. Si boss jatuh cinta pada anak buahnya. Anak buahnya ini perempuan biasa, cantik imut, polos, lugu, dependent women, lemah-lemah minta dilindungi dan si bos yang lelaki sukses, kaya, pintar, keren, ganteng, pokoknya yang bagus-bagus ada di dia. Singkat cerita adalah si boss ini menjadi pahlawan keren si perempuan ini, lalu mereka menikah dan si perempuan ini berkata, "Aku gak mau kerja lagi, aku maunya ngurus kamu aja di rumah, menunggu kamu pulang kerja..." Lalu mereka pelukan. Prettt lah. Saya nontonnya sampe pusing-pusing gitu, antara kepengen tapi kok jadi eneg gitu ya.
Tapi bener deh, memang kenapa gitu kalau seandainya perempuan itu pintar dan lalu dia kritis? Misalnya dia berkarier lalu dia smart lalu dia independent dan dia bisa mendapatkan apa yang dia mau dengan usahanya sendiri. Lalu pasti nanti masyarakat kembali judge dia terlalu superior lah, sukses banget lah, terlalu independent lah... cowok pada takut lah. Haduh... saya gemes mendengarnya. Kenapa kalau laki-laki sukses, keren, independent tidak dikecil-kecilkan namun dianggap hebat namun jikalau perempuan yang sukses dan keren pasti akan dibombardir pertanyaan: sudah punya pasangan belum, sudah nikah, sudah punya anak. Aduhhh... seolah kesuksesan perempuan hanya dari laku sudah punya pasangan, menikah dan beranak pinak. Lalu akan kembali ada pembicaraan, makanya tidak usah pintar-pintar dan sukses sekali takut kan jadinya cowok-cowok.
Lha... itu yg salah perempuannya apa laki-lakinya yang minder? Saya sedari dulu tidak suka cowok minder, menurut saya itu gak attractive sama sekali. Ya nggak sih? Menurut kamu gimana?
No comments:
Post a Comment