Saya masih ingat ketika masih kelas 6 SD, sebagai anak yang sudah berumur 12 tahun dan merasa 'sudah besar' atau 'sok besar' daya juga menunggu-nunggu kapan saya mendapatkan haid pertama. Saat itu hampir sebagian teman-teman sudah mendapatkan haid pertama mereka di kelas 4 atau 5 SD. Saya masih ingat jelas bahwa pada umur tersebut issue haid adalah issue terpenting, pembicaraan toilet ala cewek-cewek. Siapa yang masih pakai mini set, siapa yang sudah memakai mini-bra, siapa yang sudah tumbuh, siapa yang belum, dan rasanya saat itu saya masih 'rata-rata' aja. Kalau tidak salah ingat, saya baru dapat haid pertama akhir kelas 1 SMP. Masa-masa puber jor-joran, pergantian dari gadis kecil menjadi gadis semi dewasa. Bukan masa-masa yang mudah memang periode transisi itu. Antara anak kecil tapi bukan, sudah dewasa tapi ya... juga belum. Krisis identitas.
Rasanya lucu sekali mengingat betapa rasanya 10 tahun itu terasa cepat, padahal rasanya baru beberapa waktu lalu saya memakai baju merah putih dengan tas punggung barbie kuning. Seperti waktu kemarin summer, Juni-September 2012 saya pulang ke Indonesia dan bertemu dengan teman-teman cewek SMA lagi dan lalu ngobrol ngarol-ngidul ke mana-mana tentang kabar sekarang atau mengingat-ingat masa-masa SMA yang labil gak ketulungan. Seneng banget sih bisa ketemu lagi dan bercanda tawa ala anak SMA padahal mah udah lewat masa 17 tahunnya.
Di usia awal kepala dua ini, pembicaraan kami sudah tidak sebatas obrolan anak SMA tentang jajanan nasi nugget ayam di kantin yang sudah habis lalu bete atau masalah gebetan-gebetan masing-masing yang rempong simpang siur. Udah beda , pembicaraannya! Kini topik hangat keluar dari oven adalah sex.
Sebenarnya saya agak bingung juga kenapa yah sex itu menjadi topik tabu untuk dibicarakan di masyarakat Indonesia? Bukannya kita itu lahir karena sex? Di zaman sekuler ini segala informasi serba cepat dan mudah, wong anak SD aja bisa tahu info ini itu dengan sekali klik, lalu berselancarlah di Internet, dengan berbagai info dan film dari yang nyerempet-nyerempet doang sampai yang hardcore.
Ketika para lelaki di usia saya sudah kenyang berbicara tentang sex dan kini sedang sibuk mengeksplor pengalaman pribadi, saya baru berani berdiskusi panjang mengenai sex dengan gamblang dan mata terbuka lebar-lebar. Kalau mau kita runut perkembangan perempuan dan laki-laki itu sudah terjadi semenjak kita kelas 6 SD, tubuh kita sudah berubah dan kita memasuki masa pubertas. Anehnya meski kita sudah bertumbuh dan konon katanya perempuan lebih cepat matang dan dewasa dari pada laki-laki seumurannya, tetap saja ketika perempuan berbicara gamblang tentang seksualitas dicap tidak sopan. Terus, mau sampai kapan perempuan malu akan sex ini dan menutup mata akan pengetahuan seputar pengetahuan praktis penggunaan kondom, adanya pil KB, spiral dan menghitung kalender ovulasi. Mengapa kita para perempuan remaja tidak diberikan informasi yang secara gamblang sejelas-jelasnya, hanya karena takut kalau kita tahu tentang hal tersebut maka kita akan melakukan free sex dan pengetahuan tersebut hanya akan diberitahukan pada orang dewasa yang siap kawin. Begitu?
Saya merasa, sudah saatnya perempuan punya hak bebas untuk tahu ini itu seputar sex, karena itu juga bagian dari kehidupan, tidak hanya tentang kepuasan laki-laki saja karena itu juga menyangkut dengan tubuh perempuan juga yang turut ambil andil lebih di perubahan tubuhnya. Sudah saatnya perempuan 'melek' dan tidak usah malu atau sungkan, karena perempuan juga punya hak yang sama atas tubuhnya dan hawa nafsunya. Perempuan mempunyai hak untuk mengenali tubuhnya lebih dalam lagi.
Saya bukan berkata " Marilah kini kita melakukan free sex sebebas-bebasnya." Bukan. Yang ingin saya sampaikan adalah 'melek', cari tahu, mencari informasi, bertanya, diskusi agar kita tidak buta-buta banget. Kenalilah tubuhmu, kenalilah payudaramu, kenalilah vaginamu. Vagina bukan kata kotor dan sesuatu yang memalukan; 'kemaluan' yang memalukan. Itu adalah vagina. Kamu keluar dari vagina, kehidupan baru keluar dari sana, kenapa juga dinamakan 'kemaluan' bukankah itu sebuah 'keberanian' ketika perempuan mengoyakkan tubuhnya sendiri untuk buah cintanya?
Saya baru tersadar bahwa di umurku yang ke 22 ini, ada puluhan ribu perempuan muda seumuran saya atau lebih muda yang sudah menjadi seorang ibu. Mereka sudah melahirkan individu lain, bayi kecil mungil. Saya menjadi tersadar, ketika nenekku seumuranku, beliau sudah punya anak tiga ekor. Saya jadi menyadari bahwa tubuh perempuan itu tidak hanya indah tapi juga ada sebuah keajaiban dan tangan Tuhan yang berkarya dan bekerja.
Siapa juga yang bilang kalau jadi ibu itu mudah? Oh tidak! Itu adalah panggilan dan pilihan Tuhan. Bayangkan saja ada individu lain yang berkembang dalam rahim lalu keluar 9 bulan kemudian! Gila. Saya aja tiap bulan 'dapet' rasanya senat-senut sakit perutnya dan bahkan kadang sampai mau gali liang kubur sendiri *lebay* lha bagaimana dengan melahirkan?
Saya sebagai perempuan merasa bahwa perempuan punya hak seutuhnya atas tubuhnya. Dia berhak mengetahui kesehatan seluk-beluk tubuhnya tanpa harus ada izin ini itu dari wali, orang tua, suami, atau masyarakat, namun atas namanya sendiri dengan kepentingannya sendiri.
No comments:
Post a Comment