Setelah membaca tulisan Ibu saya tentang Ketelanjangan Asali dan
berdiskusi singkat dengan beliau, saya kembali memerlukan medium untuk merangkum
agar tidak mudah lupa, maklum di dalam otak saya yang IQ jongkok ini
memerlukan sedikit ruang agar tidak kesempitan lalu bisa diisi lebih banyak lagi nanti. Susah ya punya otak seuprit dengan kecerdasan yang tidak pintar-pintar amat
sehingga selalu harus berjalan mencari meraba-raba dan membaca ke sana-ke mari.
Satu-satunya yang saya punyai adalah rasa penasaran itu saja. Sudahlah biarkan
saya asyik sendiri mencari-cari, berpikir ala kadarnya kemudian bertanya. Mungkin
itulah cara saya belajar.
Saya sedang tertarik dengan sebuah topik mengenai tubuh. Tubuh dengan jiwa dan kedagingannya yang terkadang
diartikan terpisah dengan mengatakan bahwa jiwa itu baik dan daging itu jahat.
Padahal telah diciptakan keduanya, bukankah seharusnya merupakan satu kesatuan yang
utuh dan saling melengkapi? Sebenarnya terbesit pertanyaan ini ketika saya
sedang duduk di gereja. Ada salib dari kayu dipajang besar sekali di
dinding altar. Salib dengan tubuh Yesus beserta kain penutup aurat. Saat itu
pastor sedang kotbah namun ternyata pikiran saya ke mana-mana dan memikirkan
kenapa peristiwa penyaliban ini melibatkan tubuh yang berdarah-darah dan
tercabik-cabik ya? Tidakkah cukup dengan memperlihatkan ke-Ilahian Allah dari
jiwa saja? Mengapa justru tubuh? Bukankah katanya, hidup bukan hanya dari daging
saja melainkan juga roh? Kenapa tidak langsung saja pada inti jiwa/roh saja ya?
Saya pusing sendiri sesungguhnya dan saya masih berpikir lama tanpa
memperdulikan pastor.
Lepas dari peristiwa itu dengan pertanyaan
yang masih menggelayut tertinggal saja demikian dan terlupakan karena saya
mentok. Kembali menjalani hari-hari yang biasa saja, lalu asyik bercanda makan
siang dengan teman kantor tentang seks dan seputar selangkangan. Honey, ketika
laki-laki seumuran saya sudah puas membicarakannya ketika remaja, kami
perempuan baru mulai membicarakannya dan mengeksplor. Mungkin memang ada sebuah
aturan terselubung bahwa pembicaraan tersebut tidak elok untuk perempuan, walau
sebenarnya perempuan pun sama-sama makhluk seksual. Heran kan? Seperti
pembicaraan bagaimana prempuan mengeksplor tubuhnya sendiri, pengalamannya
mengenal tubuhnya dan kenikmatannya atau pemikirannya tentang tubuhnya. Tidak
mudah dibicarakan atau diungkapkan. Seolah hal tersebut bukan milik perempuan
dan harus dijaga rapat-rapat dan meyakinkan masyarakat kalau perempuan itu
submissive dan aseksual. Kenapa ya?
Kemudian saya berdiskusi dengan Ibu
tentang hal tersebut dan keluarlah sebuah frasa Ketelanjangan Asali, ternyata
ini menyambung dari Teologi Tubuh dari Paus Yohanes Paulus II. Dasar
pembahasannya dari penciptaan manusia di Genesis / Kejadian 2:25 ..."Mereka
keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tapi tidak merasa malu." Kata kuncinya telanjang dan tidak
merasa malu, karena mereka melihat sebagai subjek yang harus dihargai.
Ketelanjangan adalah sebuah situasi ketika sesuatu itu suci dan murni, tidak
ada yang ditutupi di sana. Itulah perayaan manusia yang pertama, dalam ketelanjangan
nilai tubuh dirayakan dengan agung dan ilahiyah. Lalu Paus Yohanes Paulus II
merefleksikan bahwa karakter manusia adalah berelasi, kesadaran manusia untuk
memberikan dirinya pada manusia lainnya sebagai ungkapan cinta. Ini disebut
juga sebagai makna nupsial tubuh, karakter relasional tubuh yang mengarah pada
pemberian diri yang berdasarkan pada cinta sejati*. Situasi ketelanjangan asali
ini manusia mengungkapkan tubuh sebagai pemberian (diartikan sebagai
perkawinan) ungkapan cinta, melihat manusia bukan sebagai objek melainkan
subjek. Lalu makna nupsial ini menjadi hilang makna karena manusia dikendalikan
nafsu dan memandang manusia lainnya sebagai objek semata.
Pembahasan ketelanjangan asali ini amat menarik karena tubuh
merupakan kehadiran yang nyata dan konkret dari penciptaan Tuhan. Kita mengenal
seseorang dimulai dari tubuhnya, langkah awal mengenal pribadi dan jiwa. Namun
sayangnya manusia mulai tidak menghargai tubuh karena hanya dikaitkan
dengan nafsu dan fungsi seksualnya saja. Mereduksi tujuan dan nilai tubuh itu
sendiri sehingga membalikkan makna tubuh yang dekat dengan dosa dan objek pemuasaan
hasrat saja, karenanya maka harus dikendalikan, dikekang atau dimusnahkan. Kita
melupakan bahwa tubuh adalah karya agung Allah, tubuh dan seksualitas adalah
baik adanya dan perlunya kita bersyukur karenanya. Seksualitas itu sendiri
bukan hanya mencakup kegiatan seksual saja, itu hanya bagian kecil.
Seksualitas adalah keinginan kita untuk
mengasihi dan dikasihi, dapat berupa pengakuan, penerimaan dan ekspresi diri manusia
sebagai mahluk seksual. Hingga
menjadi salah apabila diartikan seksualitas adalah kegiatan berhubungan seks
saja. Itu lebih dari itu.
Seiringnya dengan
berkembangnya pengetahuan dan kemudahan teknologi, berimbas pula pada relasi
manusia dan pemahaman manusia mengenai tubuh. Karena tubuh berubah sebagai komoditi
untuk dipasarkan. Tubuh diidentikan dengan seks, kenikmatan tubuh saja
tanpa cinta. Hingga pandangan ini merubah pola pikir perempuan dan
laki-laki mengenai tubuh mereka dan
saling tidak menghargai satu sama lain karena degradasi makna tubuh. Seandainya makna tubuh
dipulihkan kembali ke titik nol maka ketimpangan pun akan berkurang dan hilang,
hingga perempuan dan laki-laki bisa sejajar dan tidak didefinisikan dari tubuh
sebagai fungsi seksualnya namun sebagai manusia. Penghargaan akan manusia
seutuhnya.
Hingga lalu saya terbesit
jawaban mengapa karya keilahian Allah atas penebusan Yesus Kristus disimbolkan dari tubuh? Untuk
memulihkan makna tubuh itu sendiri. Bahwa karya Allah yang Ilahi dilihat
konkret dan nyata dari tubuh. Penciptaan tubuh yang fana ini sebagai ungkapan
penerimaan kasih Allah untuk dibagikan pada sesama. Hingga akhirnya jiwa pun bisa
menemukan keutuhannya lagi dengan Sang Cinta itu sendiri.
Mungkin demikian untuk saat ini. Iya.
* Refrensi: Teologi Tubuh
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteEh aku dari sebelum puber udah eksplor lhoo. Jadinya begini ╮(╯▽╰)╭
ReplyDeletehaha kamu sampe nulis dua kali, kuhapus satu ya :)) iyee tau tau tapi kan gak papa kan hahaha bebas, you have authority over your body :))
Delete