photo: claudi |
Mari saya kenalkan pada seorang nona. Nona ini bernama Nona Kecil. Dia pemberani dan bukan 'cewek cemen', dia tangguh dan kritis pada keadaan sekitarnya. Terkadang dia ceroboh dan cerewet. Oh iya satu lagi dia agak kelebihan energi, terlalu hiperaktif dan tidak bisa duduk terlalu lama dan berdiri diam tidak berbuat apa-apa.
Akhir-akhir ini Nona Kecil sedang merasa bosan dengan kehidupan yang begini-begini saja. Akhirnya Nona Kecil pun melangkah masuk ke sebuah ruang tertutup di hatinya yakni: Gudang Rasa Takut. Nona Kecil berjalan pelan-pelan masuk dan mulai memperlajari rasa takutnya terhadap sesuatu. Banyak sekali pilihannya : dari takut pelajaran Matematika, takut badut, takut petasan, takut petir, dan takut ketinggian. Akhirnya Nona Kecil memilih salah satu ketakutan itu untuk diuji ulang kembali. Kita tidak pernah tahu kan apakah kita masih takut pada sesuatu hal yang sama seperti kita saat umur 5 tahun? Kita jelas berubah, namun apakah ketakutan itu masih sama? Ya.
Nona Kecil menguji ketakutannya, mencari limit, mencari batas, mencari suatu alasan apakah ketakutan ini cukup masuk nalar kah? Memang rasa takut itu adalah sebuah rasa yang membuat pergerakan jantung kita lebih kencang keras dari biasanya. Membuat kita akhirnya menyerah pada rasa takut karena tidak nyaman itu tadi. Bahwa sebenarnya manusia itu mudah merasa nyaman pada sesuatu, bahwa terkadang manusia itu sulit untuk melepaskan sesuatu yang nyaman. Melekat. Ada baiknya jika kita tidak terlalu 'lekat' pada sesuatu. Karena percayalah dunia ini fana dan kita hanyalah ilusi-ilusi yang tercipta dengan waktu kadaluarsa.
Nona Kecil mencoba semua permainan ketinggian. Takut tapi penasaran, penasaran tapi takut. Permainan itu menguji adrenalin, menguji ketahanan untuk tetap diam dan pasrah namun tetap bebas mengekspresikan dengan teriakan sumpah serapah. Suatu yang bebas, suatu yang meledak-ledak, sesuatu yang dinamis, sesuatu yang ekstrem dan sesuatu yang menantang. Nona Kecil suka.
Lalu Nona Kecil memutuskan dengan kebulatan tekadnya bahwa dia akan mencoba sesuatu yang tinggi tapi tenang. Semua orang santai, semua orang senang, semua orang ceria, semua orang berkata itu romantis. Nona Kecil penasaran. Seperti biasa, selalu terbujuk dengan rasa penasaran dan tertantang.
Nona Kecil mencoba bianglala.
Suasana malam, kemerlip lampu warna-warni, wangi semprotan parfum, teman-teman dekat, pemandangan indah di luar. Pas.
Namun entah kenapa Nona Kecil ini khawatir, takut, was-was. Seolah kapan saja dia bisa jatuh ke bawah dan mati kapan saja. Seolah pemandangan dari kaca transparan itu bias dan Nona Kecil mulai membayangkan kaca tersebut pecah dan berhamburan lalu Nona Kecil jatuh seiring gravitasi. Nona Kecil takut, pucat pasi, kaku, ngeri, khawatir dan terdiam.
Bianglala itu berjalan naik dengan perlahan-lahan, pemandangan semakin indah, lampu kerlap-kerlip berada di belakang jendela, semilir angin menggoda rambut Nona Kecil. Indah, cantik. Nona Kecil terkesima, terkejut sendiri dan ngeri.
Ada apa dengan Nona Kecil? Bukankah semua orang itu suka naik bianglala dan melihat pemandangan kemerlip lampu indah? Namun mengapa Nona Kecil mempunyai gejala-gejala yang berbeda. Di permainan ketinggian lain dia sungguh berani dan lepas, tapi kini ceritanya beda.
Mungkin Nona Kecil memang takut ketinggian, tapi Nona Kecil tahu betul bahwa sesuatu yang tinggi itu mengasyikan, menyenangkan dan menantang. Namun Nona Kecil suka ketika ketinggian itu saking tingginya sampai benar-benar lepas. Dengan energi dan bebas mengekspresikan apa saja. Bahwa tinggi itu menjadi sebuah morfin yang membuat senang dengan pacuan adrenalin karena Nona Kecil suka sesuatu yang menantang dan adu nyali, karena Nona Kecil tidak suka dibilang 'cemen'.
Hubungan Bianglala dengan Nona Kecil ini rasanya, hubungan yang aneh. Bianglala ini tinggi, anggun, rupawan, bersinar, cantik, indah dengan kemerlipnya. Nona Kecil suka memandangnya dari kejauhan, terpesona sendiri dengan keindahannya dengan cahaya bias di langit malam. Bianglala ini saking anggunnya, dia berjalan pelan-pelan, terkadang tidak terasa bahwa dia berjalan, bahwa dia bergerak. Nona Kecil tidak terbiasa dengan sesuatu yang halus dan lembut menelusup hingga dia tidak tahu apa-apa. Nona Kecil terbiasa dengan sesuatu yang mudah dilihat, mudah ditebak gerak-geriknya, hingga bisa diekspresikan. Bukan sesuatu yang membuat lumpuh dan hanyut. Nona Kecil adalah manusia dinamis yang penuh energi hingga tersiksa setengah mati dengan sesuatu yang tenang, perlahan, pelan......pelan.... sedikit....sedikit....naik.... pelan...pe----lan...p....e....l....a....n. Membuat gelisah.
Nona Kecil takut dan takjub dengan bianglala ini sendiri, dia ngeri dengan kecantikannya. Mengapa sesuatu yang rupawan itu terkadang mengerikan? Cukup dilihat dari jauh. Namun penawaran bianglala ini memang menguntungkan. Cantik, tinggi, pelan, pasti, tenang, romantis, ngeri, tidak usah banyak bicara, tidak terbaca, cerdas, mendebarkan, dan pas.
Akhirnya Nona Kecil menemukan limit ketakutannya dan sesuatu yang melumpuhkannya: sesuatu yang pelan, tegas, tenang, ngeri, anggun, mendebarkan, tidak terbaca, dan cerdas. Bianglala.
No comments:
Post a Comment