ternyata aku masih takut akan kematian ya...
***
sambil memikirkan akan kematian saat menunggu hasil rapid keluar, aku berpikir sambil minum kopi pagiku. aku jadi tersadar akan beberapa penderitaan yang aku alami tapi seringnya gak sadar.
(ini akan jadi tulisan depresif, sepertinya, jadi kalau seandainya energinya lagi gak kuat lebih baik ga usah. red)
aku sedang berpikir tentang penderitaan....
(kenapa kata penderitaan di bahasa indonesia terasa lebih ngenes daripada suffering ya? gimana kalau aku ganti bahasa aja jadi suffering, agar beban hati kita sedikit uplifted, gitu padahal mah LOL)
okeh, aku sering sekali denial suffering dan perasaan karena aku merasa harus functional dalam keseharian dan dunia profesyenel, gak ada waktu untuk merasa kurasa. aku seringnya merasa jikalau aku jadi orang yang perasa/merasa banget maka aku tidak akan bisa fungsional di keseharian dan akan terbawa arus kesedihan aja melelelelele. gak produktif, menurutku. jadi, seringnya aku akan lebih memilih blok aja dulu perasaannya karena kita harus berfungsi dengan baik (operate well kalo maksud anak mesin).
aku merasa ketika sudah merasa produktif dan fungsional yang jalan, maka artinya aku sudah menunaikan tugasku dengan baik. tapi ternyata, aku salah sih. ternyata, manusia tidak bekerja demikian, kalau aku perhatikan pada diriku sendiri aku tetap merasa membutuhkan kanal-kanal perasaan juga, sehingga aku bisa considerate pada orang lain dan gak pakem banget, jadi orang. kayaknya value untuk menjadi depandable dan responsible itu terlalu mengambil porsi dalam hidupku, menurutku saat menjadi responsible dan dapat diandalkan artinya ya bisa bekerja dan berfungsi dengan baik, perfect tanpa noda membandel.
ternyata aku salah.
ternyata, dapat diandalkan bukan perkara urusan pekerjaan dan sokongan materi saja, tapi juga bisa menggunakan hati dan perasaannya. ternyata manusia ini bukan batu yang keras, tapi manusia itu kayak sungai mengalir dan akan berubah. perubahan itu akan selalu terjadi, kita akan selalu transform dan belajar menjadi sesuatu bentuk yang lebih baik lagi untuk bisa beradaptasi dengan zaman.
ternyata perasaan itu butuh divalidasi dan semua itu sama tidak ada yang lebih baik dari yang lainnya. ternyata perasaan itu tidak bisa diperbaiki cepet-cepet selesai dan asal pangkas/potong aja, ternyata perasaan itu perlu diterima saat takut, sedih, gembira, kecewa, ditinggalkan, dll dll
ketika perasaan diterima, kita akui, bisa masuk nalar, maka kebenaran terungkap. susah ya. padahal lebih mudah semua dilakukan dengan otak dan analisis yang tepat dan praktis.
aku selama ini salah.
aku mau belajar.
No comments:
Post a Comment