'Saya mau banting setir jadi seniman,' ujar saya kepadamu dengan menatap bola matamu yang kehitaman.
'Kenapa?' tanyamu dengan alis mata terangkat.
'Just because.' kata saya dengan mengedikan bahu memandang ke arah lain.
'Seniman yang seperti apa?' kamu bertanya lagi.
'Yang bekerja dengan hati dan bisa menggerakkan. Bukankah menjadi penggerak itu sebenarnya lebih berbahaya. Saya mau jadi berbahaya, kamu tahu saya tidak suka di garis aman kan?'
'Hmm... ya saya tahu kamu sekeras kepala itu. Tidakkah kamu sadar kalau pikiranmu rumit sekali?' tanyamu sambil tertawa.
'Saya tahu. Tapi saya tidak bisa membayangkan saja jikalau misalnya umur saya ternyata pendek lalu saya belum selesai dengan diri saya sendiri. Saya khawatir jika saatnya tiba lalu saya belum ngapa-ngapain.' Kata saya sambil tertawa perlahan.
'Ada waktunya, kamu tenang saja.' Ujarmu bijak dan menyeruput kopi hitammu. Saya pun memandangnya dan meminum kopi saya perlahan. Entah mengapa saya menyukai keheningan di pembicaraan, terkadang itu diperlukan untuk menjadi nyaman dalam keheningan dengan seseorang yang membuatmu nyaman.
Kau pun berkata lagi untuk yang kesekian kalinya 'Terkadang saya kesulitan mencari jalan ke pemikiranmu. Sepertinya kita berbeda dalam segala. Saya bukan otak kanan sepertimu, karena semua hidup saya terinci, terjabar dengan detail, semua terpampang fakta dan angka. Saya terbiasa dengan hal itu. Lalu saya bertemu denganmu, yang liar bebas, dengan segala pemikiranmu yang tidak bisa saya tebak. Seolah saya ini monokrom, hanya bisa membaca hitam putih sedangkan kamu bisa melihat segala warna dan terkadang saya tersendat-sendat mengartikan semua bahasamu. Namun, ternyata hal yang tidak bisa ditebak itu yang saya suka. Dan setiap diri kita memiliki misteri dan sekarang sedang kita kupas bersama.' katamu perlahan.
'Ya, terkadang saya bingung bagaimana cara saya membagikan cara pandang saya, karena semua meledak seperti kembang api di kepala saya. Lalu akan muncul ledakan-ledakan lainnya. Tapi saya setuju, kita berbeda dalam segala. Namun terima kasih karena kamu bisa mengerti dunia saya, jikalau saya punya kuncinya sudah pasti saya akan berbagi denganmu.' kataku sambil terkekeh.
'Tapi menurut saya jikalau kamu mau menjadi seniman atau badut ancol sekali pun, seharusnya kamu tidak perlu ragu-ragu. Kamu selalu akan memiliki kawananmu sendiri dan frekuensimu sendiri, dan banyak yang demikian. Lebih baik kamu mulai dari sekarang kan? Pasti jalanmu panjang, namun hey... Yesus saja berkarya diumurnya yang ke 30. Dan kamu sekarang 24 tahun. Ya... masih ada waktu enam tahun.' katamu seraya mengelus rambutku. Saya tercenung sendiri.
'Iya... ya bahkan Karl May saja harus masuk penjara dulu untuk menghasilkan buku Winnetou karyanya yang legendaris. Lalu Mahatma Gandhi harus ke Inggris dan Afrika Selatan dulu baru akhirnya mengerti bahwa perjuangan kasihnya di India. Ada pula Paulo Coelho yang harus dikira gila dan masuk rumah sakit jiwa terlebih dahulu sebelum akhirnya dia menulis karyanya yang fantastis. Lainnya, ada pula Aung San Suu Kyi yang harus rela menjadi tahanan rumah di negaranya sendiri, dipenjara di bawah tirani dan tetap menyala-nyala dengan idealismenya. Hingga akhirnya sekarang dia bisa bebas. Betapa semua ada masanya.'
'Ya... saya setuju. Semua ada masanya. Saya ada masanya, kamu pun ada masanya dan kita juga pasti ada masanya. Tidak perlu takut untuk mempunyai nyala api sendiri. Meski kecil namun dia menerangkan mungkin itu yang menyelamatkan. Saya tahu kamu tidak pernah bermain-main dengan hidupmu sendiri.' katamu lagi sambil memandang jauh.
'Ah saya lupa... kemarin saya lihat-lihat tattoo, kemudian rasanya pasti sakit-sakit nagih gitu. Kalau saya sudah tidak kerja kantoran saya pasti mau buat satu di pinggang.'
'Aduh... terserah kamu deh. Tapi tattoo sakit loh, tapi kenapa kamu tattoo di tempat yang tersembunyi. Buat apa? Sekalian saja di jidat gitu biar semua orang lihat kamu bertato.' ujarmu dengan mimik lucu.
'Hahaha... ya juga sih. Tapi kalo di jidat nanti saya kayak Avatar the air bender dong haha...'
***
Kita ini bukan aliran serupa. Kita meluncur dan melekuk sesuai ceruk-ceruk dinding sungai. Sesuai deras dan kembali lagi ke samudera lalu menguap membentuk lautan awan. Lalu turun menjadi hujan dan melakukan siklus monoton itu lagi berulang-ulang. Pembicaraan yang tumpah ruah melebur di cangkir kopi hitam kita. Kafein yang tidak pernah membuat kita terjaga semalaman, namun mengantuk pada detik berikutnya. Hingga saya tahu kita memiliki kesamaan yakni kita sama-sama pemberontak yang menyukai bahaya. Kamu selalu menjawab segala hal yang membuat kita berdesir dan jantung kita memompa aliran darah yang lebih cepat. Mungkin saya adalah bahaya dan kamu adalah sabuk pengaman saya. Mungkin demikian. Atau memang semesta saya ada padamu yang luas. Luas sekali. Hingga saya tidak pernah bosan-bosan menyelam ke dalam. Ya, pasti demikian.
BSD, 6 Desember 2015
menulis fiksi di tepi jendela kamar
Ide ceritanya menarik kak sungguh inspiratif dan imajinatif cerita dari masa depan yaa ini 6 desember 2016.. hehehe
ReplyDeleteooo iya kak kalau ingin tahu cara membuat website dengan fitur yang lebih menarik. terimakasih
Hahahaha ya thank you yaa sudah saya revised jadi 2015. Ya itu buat web pribadi ya?nanti saya coba liat-liat ya :))
Deletehmmmm menarik, gimana klo saya bikin jadi film pendek, mohon izin, boleh? heheheheh
ReplyDelete