Saya pikir saya akan menyimpan sedikit rasa kecewa karena belum bisa kunjung menetap di Bandung, kota kelahiran saya yang romantis itu. Mimpi untuk bisa tinggal di sana, bekerja, punya rumah, menikah, kawin, beranak dan duduk-duduk di terasnya yang adem saat sudah lansia rasanya harus dikunci dalam-dalam karena ketidakberjodohan saya dengan kota Bandung. Mungkin Aga, adik saya lebih berjodoh dengan Bandung. Saya pikir saya akan kecewa, ternyata tidak. Mungkin pada akhirnya BSD sudah menjadi saksi mata sedari kecil saya bertumbuh dan sudahlah, biarkan kota Bandung menjadi tempat yang romantis dan sendu-sendu hujan enak berpelukan di sepanjang ingatan saya dan sebagai kota di mana ari-ari saya ditanam. Saya harus mencari pengembaraan makna sendiri di sini. Sayang, kita tidak akan pernah tahu untuk apa kita di sini kan? Namun ternyata dengan menjalani hari ke hari pun rasanya saya sudah senang sendiri dan lalu menjumpai akhir pekan lagi meski pada akhirnya saya menjadi manusia penunggu hari Sabtu-Minggu. Kita semua ini sedang menunggu, meski menunggu hal yang berbeda-beda. Lalu kita semua harus bersabar dan bersabar.
Semenjak kemarin saya rasanya nge-fly terus-terusan karena minum obat pilek dan radang tenggorokan namun malah membuat saya jadi manusia beler seharian. Hidung mampet, meriang dan panas tubuh yang semelenget. Akhirnya sepulang kantor saya ketiduran hingga pagi menjadi suatu harga yang tidak bisa saya tawar-tawar karena tubuh saya sedemikian remuk redamnya, barangkali. Ada masanya memang sebuah siklus pilek berulang agar mengingatkan saya jangan kebanyakan minum es atau kecapekkan sana sini. Etos kerja yang harus dimiliki setiap harinya agar setidaknya dianggap orang genah sedikit saja lalu menyembunyikan serangkaian alter ego. Saya rasa tidak apa-apa demikian karena realitasnya terkadang kita harus sedikit berpikir menjadi mereka si penanam modal dan lalu berjuang sendiri untuk hidup yang menghidupi. Maafkanlah saya, yang kian realistis setiap harinya dan mungkin bisa menyakiti hati kalian karena saya jadi menyadari untuk membangun rumah di dunia harus menggunakan batu, fondasi yang kuat. Dan untuk menuju ke sana saya harus jadi serombongan kelas pekerja nguli terlebih dahulu. Bekerja adalah ibadah, kamu ingat kan? Sampai di sini saya jadi semakin mengenal diri saya, kalau ternyata endurance saya terhadap rasa sakit, ketidaknyamanan dan kecewa bisa setinggi itu. Lalu saya jadi merasa itu adalah kekuatan saya. Kelemahan-kelemahan picisan yang kelewat sensitif hingga banyak perasaan atau saya yang memperhatikan kelewat detail hingga sampai detik ini menyadari itu tidak bisa di-uninstall atau merestorasinya kembali. Manusia terdiri dari serangkaian pengalaman, kemampuan dari otak reptilnya untuk terus bisa survive dan lalu menariknya ya, output pada setiap manusia bisa berbeda-beda. Mungkin ini yang membuat Tuhan asyik melihat dari atas.
Tidak tahu, saya rasanya tidak bisa berpikir melampaui apabila bicara Tuhan karena pada akhirnya saya hanya mampu menulis Tuhan, itu pun sifatnya fluktuatif, tidak mantap. Mungkin Tuhan itu seistimewa itu ya hingga saya tidak habis-habis menuliskannya dan menyangsikannya. Saya kadang merasa konyol sendiri karena saya sedemikian penasarannya dengan Sang Pencipta dan ini mungkin karena manusia juga adalah maha pencipta sehingga ada kebutuhan dalam diri saya untuk menyelami Dia yang terlalu dalam lalu akhirnya saya berakhir dengan mentok dan berpikir sendiri siapalah saya. Akhir-akhir ini saya sedang sok-sok serius mencari-cari jawaban yang tidak saya membuat saya menyimpulkan ini dan itu, begini ada beberapa orang yang meniadakan Tuhan dan ada yang percaya Tuhan itu ada. Dengan berbagai teori di antara keduanya dan berbagai pertanyaan dan fakta yang dijabarkan, namun tetap Tuhan tidak terdefinisi. Tidak ada yang bisa menjelaskan kalau Tuhan itu tidak ada dan tidak ada juga yang bisa menjelaskan dengan fakta keberadaan Tuhan. Seberapa istimewanya Dia hingga keberadaan-Nya pun tidak diketahui namun tidak membuat Dia menjadi ada dan tidak membuat Dia menjadi tidak ada. Ini konspirasi macam apa pula?
Saya akhirnya tidak tahu lagi mau cari ke mana dan menyudahi sejenak kalau keberadaan Dia tidak karena ada yang percaya dan tidak. Keberadannya tidak melalui batas-batasan jikalau seseorang tidak percaya, lalu Tuhan menjadi tidak ada dan sebaliknya jikalau seseorang percaya maka Dia jadi nyata. Dia sesungguhnya mungkin sedemikian rumitnya. Lalu kenapa saya percaya Tuhan ya? Mungkin karena saya merasa pada dasarnya manusia mendambakan sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri tempat dia bergantung, mungkin sebagian orang menyebutnya Semesta. Tapi kalau saya, mengimaninya Tuhan. Saya jadi gemas sendiri. Kebenaran-kebenaran yang kita anut juga tidak valid 100% benar karena kebenaran itu ideal dan sesuatu yang ideal belum tentu nyata. Kebenaran kita ini sesungguhnya hanya didefinisikan dari ciri-ciri abstrak bukan quintessentially truth. Hingga tidak bisa dikatakan valid.
Seperti misalnya kita mengajarkan seorang anak menggambar lingkaran, kita akan memberikan banyak cara misal pakai jangka, meniru benda bulat, menggambar lewat kertas yang sudah ada titik-titiknya dan lalu memberikan ciri-ciri lingkaran seperti apa, hitungannya bagaimana dan sebagainya. Lalu anak ini buatlah lingkaran, sama-sama lingkaran bulat, sesuai dengan ciri-ciri lingkaran dan hitungan juga sama namun perbedaannya adalah itu belum quintessentially truth karena hanya sesuai ciri-ciri abstrak lingkaran. Demikian juga dengan kebenaran dan keyakinan.
Sebenar-benarnya hingga saya sampai pada pemikiran, ada baiknya kita tidak terlalu sehitam-putih itu karena kita jadi abai dengan segala hal. Dan lalu meneriak-neriakkan kebenaran yang diyakininya sebagai ungkapan meyakinkan diri sendiri versi berisik. Mungkin kupingnya sudah terlampau budeg sehingga harus meneriakkan ke sana ke mari agar kuping dia juga ikut mendengar. Dan memang baiknya kebenaran dan keyakinan dimulai dari penghayatan spiritual masing-masing individu bukan koar-koar yang tak perlu.
Kira-kira sampai di sini dulu meski banyak kealpaan logika di sana sini. Dan kayaknya pilek ini sungguh butuh istirahat di sebuah akhir pekan. Selamat berakhir pekan, jaga kesehatan ya!