|
diambil dari pameran foto MRT Station Taipei |
Akan menuliskan tentang perempuan dan akan sedemikian menyebalkannya karena banyak kealpaan di sana sini. Namun Dallas Clayton pernah menulis: Don't let the details be your undoing. Akhirnya memutuskan untuk menuliskannya karena merasa perlu. Sekali lagi.
Berita yang berkoar di media seminggu ini cukup menyita perhatian saya di tengah sibuknya pekerjaan dan urusan printilan ini itu. Atau mungkin mendengarkan berita jadi semacam hiburan sok sokkan ngerti padahal hanya berpartisipasi telinga dan mata namun absen otak. Berita dalam negeri yang menyita perhatian saya adalah reshuffle kabinet kerja dan diikuti kopi Mirna yang tidak kunjung selesai itu.
Masih segar diingatan akan berita tentang Ibu Sri Mulyani beberapa tahun lalu dan kini beliau kembali menjadi Menteri Keuangan. Saat itu saya sedang di kantor dan mendapatkan pesan dari teman baik saya, Thesa. Saya membaca pesan viral berbahasa Inggris ini dengan isi bahwa beliau telah bersedia untuk menjadi menteri keuangan. Oh saya terhenti sebentar dan merinding sekali di tengah kesibukan kantor yang bising itu. Sedikit terharu karena seseorang yang sedemikian berdedikasinya pada negaranya meski pernah dikecewakan dulu. Namun ketika tanah airnya memanggil kembali dan membutuhkan bantuannya, beliau berani berkata: Ya, saya sanggup.
Berapa banyak orang yang berani pulang ke tanah air untuk Indonesia? Tanpa seegois itu akan kenyamanannya. namanya yang telah besar di dunia, dan kembali dengan dengan komitmen untuk membangun tanah airnya sendiri? Saya sedikit sentimentil dengan orang-orang yang kembali ke tanah air for good. Betapa ada perasaan tidak yakin, tidak tahu hari depan, ketakutan sedikit akan tanah air, perlunya beradaptasi lagi, meninggalkan kenyamanan induk semang negara sebelumnya, dst, dll, dsb. Namun diluar perasaan itu semua ada rindu tanah air.
Beberapa hari lalu saya sempat kesal sendiri karena membaca artikel menjelang hari kemerdekaan. Pendek kata artikel ini adalah artikel dengan topik tahunan yang bikin tepok jidat berkali-kali. Isinya adalah di umur Indonesia yang sudah sekian tua merdekanya namun baginya belum merdeka sama sekali karena masih banyak kemiskinan, ekonomi yang tidak stabil, lalalala. Yak, kalian pasti sudah bisa membayangkan isi artikel ini yang membosankan ini, tapi saya kok baca juga. Saya jadi ngomel-ngomel sendiri karena sedemikian miskin research hingga penulis lupa mencari definisi merdeka itu sendiri dan tentu tidak bisa disandingkan dengan Amerika dan Eropa. Dan saat saya baca artikel ini eh ternyata yang nulis saya sendiri saat masih kuliah semester 2 (hehehe). Kan saya jadi tambah sebel dan semakin tepok jidat berkali-kali ya kan?
Dengan membandingkan tulisan saya ribuan waktu silam itu saya jadi sedikit tersentil jangan-jangan pikiran itulah yang dimiliki sebagian besar orang Indonesia ya? Semoga tidak. Semoga kita bukan orang yang mudah menyimpulkan tanpa research, tanpa kembali ke akar. Semoga jika tanah air membutuhkan kita berani menjawab: Ya, saya sanggup.
Kemudian saya perhatikan kini perempuan cukup menjadi media darling entah karena kekuatannya, entah karena tubuhnya, entah karena karyanya dan banyak hal. Namun banyak hal juga yang timpang seperti misalnya saat ada celebrity sex tape yang mencuat di media terutama di Indonesia, si perempuan ini pamornya menurun dan si laki-laki malah jadi bintang iklan shampoo. Lalu saya jadi teringat akan pandangan Aristoteles tentang perempuan. Setelah membaca lebih jauh, saya jadi ilfil pada beliau. Beliau berpandangan bahwa perempuan adalah "pria yang belum lengkap". Dalam hal reproduksi, perempuan bersikap pasif dan reseptif, sementara pria aktif dan produktif. Beliau percaya bahwa anak hanya mewarisi sifat bawaan laki-laki. Aristoteles menyimpulkan bahwa perempuan adalah ladang yang siap menerima dan ditanam benih, dalam bahasanya pria menyediakan "bentuk" sedangkan perempuan menyediakan "substansi". Dan gawatnya pandangan Aristoteles ini justru yang berpengaruh dan diadaptasi hingga kini.
Kira-kira ada berapa banyak laki-laki di dunia ini yang sedemikian yakin akan dirinya sendiri hingga mereka tidak takut akan gerakkan feminism atau riot grrrl? Lalu mereka mendukung karena melihat ada ketimpangan nilai di sana sini? Atau contoh kecilnya ada berapa banyak laki-laki yang bersedia melakukan pekerjaan domestik dan tidak melulu harus merasa itu adalah pekerjaan perempuan? Menurut Simone de Beauvoir, upaya penyetaraan perempuan dan laki-laki tidak akan berhasil apabila tidak ada dukungan dari masyarakat. Karena menurutnya manusia tidak dilahirkan sebagai perempuan, namun menjadi perempuan. Mendefinisikan perempuan sebagai manusia utuh bukan hanya karena kepemilikan ovarium dan uterus saja. Dan sudah seharusnya perempuan sendiri tidak bergantung dan mandiri karena eksistensinya sebagai manusia utuh yang memiliki kebebasan.
Pentingnya mengkaji ulang bahwa tubuh adalah bagian dari manusia namun manusia tidak hanya sekedar tubuh saja, begitu pun perempuan dan laki-laki. Sempat melihat perdebatan akan peranan perempuan yang dikatakan bahwa kesetaraan gender adalah ketika perempuan bisa bekerja di luar tidak melakukan pekerjaan domestik saja dan menyalahkan perempuan yang misalnya ingin menjadi ibu rumah tangga. Menurut saya bukan kesetaraan gender yang demikian, melainkan kemampuan perempuan untuk memilih hidupnya sendiri tanpa harus ada paksaan dari pihak luar. Entah mau menjadi wanita karir, pilot, tentara, atau ibu rumah tangga, itu merupakan pilihan perempuan sebebas-bebasnya sebagai individu.
Perlunya menanggalkan berbagai macam label untuk perempuan karena sebenarnya definisi itu hanya melimitkan perempuan sendiri. Mengapa tidak perempuan dibiarkan menjadi perempuan? Tanpa embel apa-apa terutama lepas dari tubuh itu sendiri. Bahwa perempuan cantik, dandan apik, sexy, make up genah bukan berarti mereka hanya mengurus dandanan saja dan bukan berarti mereka tidak punya otak. Dan begitu pula sebaliknya.
Perempuan berhak memilih hidupnya. Ingin atau tidak menikah, ingin atau tidak punya anak, ingin atau tidak berpasangan, ingin atau tidak menjadi ibu rumah tangga, ingin atau tidak menjadi wanita karir, ingin atau tidak berdandan, ingin atau tidak menjadi seorang ibu, ingin atau tidak menjadi istri, ingin atau tidak bekerja domestik, ingin atau tidak berhubungan seks, ingin atau tidak memeluk agamanya, ingin atau tidak memilih ideologinya.
Dan mengutip Simone de Beauvoir, "Bahwa hal pertama yang harus aku katakan adalah: Aku seorang perempuan."