13.12.15

Hari Esok dan Jiwa-jiwa

Hari Minggu yang mendung dan dingin ini mungkin dipersembahkan untuk satu jiwa yang dipanggil Tuhan hari ini. Beliau adalah ayah dari teman saya Mbak Anggi. Saat pergi ke rumah duka di RS Darmais, blok K, banyak pelayat sudah datang menghadiri misa yang dipimpin oleh Bapak Uskup KAJ.

Mungkin benar langit tengah berkonspirasi pada hari ini. Mungkin di surga butuh seorang guru agama yang baik, butuh seorang bapak yang saleh dan nerimo. Mungkin demikian. Semoga beliau bisa tenang dan bahagia di sisi Bapa. 

***                      

Lalu saya jadi berpikir lagi, misalnya suatu hari nanti saya mati, ada tidak ya yang datang ke pemakaman saya?

Lalu detik-detik maut menjemput, akankah menakutkan?

Kita tidak pernah tahu hari esok kan ya?

6.12.15

Dalam kopi hitammu terdapat semesta


'Saya mau banting setir jadi seniman,' ujar saya kepadamu dengan menatap bola matamu yang kehitaman.
'Kenapa?' tanyamu dengan alis mata terangkat.
'Just because.'  kata saya dengan mengedikan bahu memandang ke arah lain.
'Seniman yang seperti apa?' kamu bertanya lagi.
'Yang bekerja dengan hati dan bisa menggerakkan. Bukankah menjadi penggerak itu sebenarnya lebih berbahaya. Saya mau jadi berbahaya, kamu tahu saya tidak suka di garis aman kan?'
'Hmm... ya saya tahu kamu sekeras kepala itu. Tidakkah kamu sadar kalau pikiranmu rumit sekali?' tanyamu sambil tertawa.
'Saya tahu. Tapi saya tidak bisa membayangkan saja jikalau misalnya umur saya ternyata pendek lalu saya belum selesai dengan diri saya sendiri. Saya khawatir jika saatnya tiba lalu saya belum ngapa-ngapain.' Kata saya sambil tertawa perlahan.
'Ada waktunya, kamu tenang saja.' Ujarmu bijak dan menyeruput kopi hitammu. Saya pun memandangnya dan meminum kopi saya perlahan. Entah mengapa saya menyukai keheningan di pembicaraan, terkadang itu diperlukan untuk menjadi nyaman dalam keheningan dengan seseorang yang membuatmu nyaman. 

Kau pun berkata lagi untuk yang kesekian kalinya 'Terkadang saya kesulitan mencari jalan ke pemikiranmu. Sepertinya kita berbeda dalam segala. Saya bukan otak kanan sepertimu, karena semua hidup saya terinci, terjabar dengan detail, semua terpampang fakta dan angka. Saya terbiasa dengan hal itu. Lalu saya bertemu denganmu, yang liar bebas, dengan segala pemikiranmu yang tidak bisa saya tebak. Seolah saya ini monokrom, hanya bisa membaca hitam putih sedangkan kamu bisa melihat segala warna dan terkadang saya tersendat-sendat mengartikan semua bahasamu. Namun, ternyata hal yang tidak bisa ditebak itu yang saya suka. Dan setiap diri kita memiliki misteri dan sekarang sedang kita kupas bersama.' katamu perlahan.
'Ya, terkadang saya bingung bagaimana cara saya membagikan cara pandang saya, karena semua meledak seperti kembang api di kepala saya. Lalu akan muncul ledakan-ledakan lainnya. Tapi saya setuju, kita berbeda dalam segala. Namun terima kasih karena kamu bisa mengerti dunia saya, jikalau saya punya kuncinya sudah pasti saya akan berbagi denganmu.' kataku sambil terkekeh. 
'Tapi menurut saya jikalau kamu mau menjadi seniman atau badut ancol sekali pun, seharusnya kamu tidak perlu ragu-ragu. Kamu selalu akan memiliki kawananmu sendiri dan frekuensimu sendiri, dan banyak yang demikian. Lebih baik kamu mulai dari sekarang kan? Pasti jalanmu panjang, namun hey... Yesus saja berkarya diumurnya yang ke 30. Dan kamu sekarang 24 tahun. Ya... masih ada waktu enam tahun.' katamu seraya mengelus rambutku. Saya tercenung sendiri.

'Iya... ya bahkan Karl May saja harus masuk penjara dulu untuk menghasilkan buku Winnetou karyanya yang legendaris. Lalu Mahatma Gandhi harus ke Inggris dan Afrika Selatan dulu baru akhirnya mengerti bahwa perjuangan kasihnya di India. Ada pula Paulo Coelho yang harus dikira gila dan masuk rumah sakit jiwa terlebih dahulu sebelum akhirnya dia menulis karyanya yang fantastis. Lainnya, ada pula Aung San Suu Kyi yang harus rela menjadi tahanan rumah di negaranya sendiri, dipenjara di bawah tirani dan tetap menyala-nyala dengan idealismenya. Hingga akhirnya sekarang dia bisa bebas. Betapa semua ada masanya.'
'Ya... saya setuju. Semua ada masanya. Saya ada masanya, kamu pun ada masanya dan kita juga pasti ada masanya. Tidak perlu takut untuk mempunyai nyala api sendiri. Meski kecil namun dia menerangkan mungkin itu yang menyelamatkan. Saya tahu kamu tidak pernah bermain-main dengan hidupmu sendiri.' katamu lagi sambil memandang jauh.

'Ah saya lupa... kemarin saya lihat-lihat tattoo, kemudian rasanya pasti sakit-sakit nagih gitu. Kalau saya sudah tidak kerja kantoran saya pasti mau buat satu di pinggang.'
'Aduh... terserah kamu deh. Tapi tattoo sakit loh, tapi kenapa kamu tattoo di tempat yang tersembunyi. Buat apa? Sekalian saja di jidat gitu biar semua orang lihat kamu bertato.' ujarmu dengan mimik lucu. 
'Hahaha... ya juga sih. Tapi kalo di jidat nanti saya kayak Avatar the air bender dong haha...' 

***

Kita ini bukan aliran serupa. Kita meluncur dan melekuk sesuai ceruk-ceruk dinding sungai. Sesuai deras dan kembali lagi ke samudera lalu menguap membentuk lautan awan. Lalu turun menjadi hujan dan melakukan siklus monoton itu lagi berulang-ulang. Pembicaraan yang tumpah ruah melebur di cangkir kopi hitam kita. Kafein yang tidak pernah membuat kita terjaga semalaman, namun mengantuk pada detik berikutnya. Hingga saya tahu kita memiliki kesamaan yakni kita sama-sama pemberontak yang menyukai bahaya. Kamu selalu menjawab segala hal yang membuat kita berdesir dan jantung kita memompa aliran darah yang lebih cepat. Mungkin saya adalah bahaya dan kamu adalah sabuk pengaman saya. Mungkin demikian. Atau memang semesta saya ada padamu yang luas. Luas sekali. Hingga saya tidak pernah bosan-bosan menyelam ke dalam. Ya, pasti demikian.




BSD, 6 Desember 2015
menulis fiksi di tepi jendela kamar


2.12.15

Dengan tanda-tanda yang menyertainya

Akan ada malam-malam ketika saya menyetel radio kamar kelewat keras karena tidak ingin merasa sendirian dengan isi kepala yang tidak bisa sunyi. Lalu saya pun menikmati situasi ramai yang fana. Dan sungguh menyukai bunyi-bunyi tuts keyboard laptop saya yang berbunyi tik-tik-tik itu. Rambut basah dan harum shampoo, wewangian buah yang manis lalu saya tak henti-henti berkata pada diri sendiri "Ah senangnya, rambut saya wangi." 

Hal yang saya sukai di malam hari adalah berdiam diri dan membaca. Namun kali ini sedang tidak mood untuk membaca, padahal saya baru beli buku baru kemarin dan masih ada setumpuk buku di sudut meja menunggu untuk dibaca. Oh ini namanya perbuatan sia-sia. Semoga bisa dibaca selesai sebelum ganti tahun. 

Hari ini pasti saya sedang demam karena saya tiba-tiba tergerak untuk membaca Alkitab. Astaganaga, iya saya bukan Katolik militan yang lurus karena saya ini belok-belok dan gemar bertanya. Bukankah keimanan seseorang juga berasal dari pertanyaan-pertanyaan dan kegelisahan dia dalam pencarian? Mungkin saya adalah tipe yang harus bertanya terlebih dahulu untuk sampai pada sebuah iman. Dan menurut saya kita harus kritis dan tidak menjadi fanatis dan merasa benar sendiri. Toh agama adalah sarana untuk merasakan cinta Tuhan lalu membagikannya pada sesama kan? Iya kan?

Bacaan hari ini menarik karena ada satu perikop yang menarik begini bunyinya "... Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya."  Saya menyukai perikop Markus 16:20 ini.

Tuhan turut bekerja. Saya kadang abai akan hal ini hingga saya merasa bahwa saya bekerja sendiri dengan kekuatan dan pemahaman saya sendiri tanpa menyadari bahwa Tuhan juga ikut andil dalam hidup saya. Seharusnya sih, saya bekerja melakukan dengan baik dan sungguh-sungguh bagian saya dan menyerahkan bagian Nya untuk Dia urus. Namun ya... namanya juga manusia, seringnya sih lupa lalu takut dan khawatir. 

Menurut saya perikop ini manis, karena seolah Tuhan sedang berbicara selayaknya ayah pada anak perempuannya yang bandel, keras kepala dan banyak tanya ini. Ayah yang pasti bisa diandalkan dan melindungi anak perempuannya. Ayah saya saja demikian bagaimana dengan Dia, Bapa yang ada di sorga? Lalu penyertaan Nya akan kita jumpai dalam setiap pertanda. Mungkin apa yang dihadapi pasti berliku dan berat, tapi Dia adalah setia. Bahwa saya percaya kalau segelap apa pun lorong di depan saya. Dia akan selalu menggandeng tangan saya dengan tanda-tanda yang menyertainya.




1.12.15

Satu Desember dalam pelukan


Sudah memasuki bulan Desember yang menandakan sebentar lagi 2015 akan tutup tahun, lalu menandakan bahwa wangi-wangi Natal akan muncul disudut rumah. Dan yang terakhir umur saya akan berubah jadi seperempat abad di akhir tahun ini. Jengjengjeng! Nyaris menjadi 25 tahun sebenarnya tidak membuat saya merasa dewasa atau merasa tua. Entah mengapa saya merasa bersyukur pada akhirnya saya menginjak umur 25 tahun. Umur-umur legenda ketika perempuan sudah bukan lagi anak-anak namun juga belum matang sepenuhnya. 

Sepuluh tahun silam saya membayangkan ketika saya berumur 25 tahun maka saya akan menikah dan sudah "mapan" dengan apapun di dunia ini. Entah pasangan, cinta, rumah dan pekerjaan. Namun saudara-saudara ternyata rasanya saya baru seperempat jalan dari hidup saya ini (barangkali?). Rasanya ini belum apa-apa masih geli-geli gitu. Namun saya cukup bersyukur dengan apapun yang sudah terjadi dan sudah bisa saya lewati dengan baik. Hingga saya jadi mengingat betapa untuk sampai ke hari ini saya harus melewati berbagai macam peristiwa, berbagai orang dan berbagai cinta.

Banyak pengalaman yang membentukmu sampai hari ini dan mungkin itu yang membuatmu menjadi manusia. Mari rayakan! Bahwa memang menjadi dewasa butuh proses dan saya mau kok menjadi dewasa. Bukan dewasa yang karbitan tentunya. Lalu belajar untuk melangkah lebih jauh dan menyelam lebih dalam. 

Saya percaya bahwa Tuhan menciptakan kita dengan kehendak bebas. Kita bebas untuk menjadi apapun sesuai dengan talenta yang telah diberikan Tuhan dengan semua panggilan-panggilan kita. Dan di umur yang ke-25 ini saya berjanji untuk mau menemukan dan mengikuti panggilan itu. Tidak akan mudah pasti namun, menjawab dengan berkata "Ya, Tuhan saya sanggup", saya percaya Tuhan pasti akan melindungi dan memberkati.

Tidak ada yang kebetulan, semua sudah direncakan. Hingga dengan siapa pun kamu jatuh cinta kelak sekalipun. Bukan sekedar seorang pemuda bertemu dengan seorang gadis lalu mereka bercinta, namun ada aliran-aliran magis yang harus diikuti dengan hati. Dan sudah seharusnya cinta diciptakan bukan umtuk memisahkan dan mencerai berai, cinta ada untuk menyatukan perbedaan, karena semata-mata ingin bersama dan mengetatkan peluk.





new post

Angin Perubahan

  Aneh juga ya ketika merasakan ada sebuah angin perubahan yang sedang berhembus menelusup di kehidupan kita saat ini. Rasanya seperti diban...