Bisa dibilang aku termasuk orang yang beruntung bisa mencecap pendidikan di sekolah bermutu. Sedari playgroup aku selalu disekolahkan di sekolah katolik. Pertimbangan kedua orang tuaku adalah selain karena aku seorang katolik namun juga mencari seolah yang jelas visi dan misinya. Misalnya ketika aku playgroup aku dimasukkan ke Santa Angela di BSD dan saat TK sampai SMA aku sekolah di Santa Ursula BSD. Kami bukan orang berada yang bisa membeli kebutuhan tertier yang tidak diperlukan namun kedua orang tuaku selalu menginginkan anak-anaknya bersekolah dengan pendidikan katolik yang disiplin dan ketat sehingga terbentuk pribadi yang kuat dan bebas. Yah namanya juga anak muda tentu saja aku pun sering melanggar peraturan sekolah, kadang sering ngomel-ngomel dengan pendidikan disiplin dan ketat itu hahaa kadang aku jadi teringat dengan masa-masa itu. Ketika aku ditahan di depan gerbang sekolah karena rokku tidak 10 cm di bawah lutut atau misalnya lupa bawa serviam atau lupa bawa name tag.
Lalu lepas dari masa-masa SMA aku mendapat beasiswa ke Taiwan dan kebetulan univ. yang kumasuki juga katolik. Sungguh aku sangat beruntung bisa mencecap pendidikan yang akhirnya bisa membawa aku pada masa-masa ini. Hingga kadang aku berkaca dan melihat betapa begitu banyak orang yang mungkin kurang beruntung atau malah tidak bisa mencecap pendidikan. Pendidikan zaman kini merupakan sebuah kebutuhan manusia untuk hidup yang lebih baik lagi dari leluhurnya. Pendidikan bukan hanya dalam artian sekolah formal TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi namun juga masih banyak 'sekolah-sekolah lain' yang menunjang pendidikan. Kurasa seharusnya pendidikan zaman kini bukanlah sebuah sesuatu barang mahal yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Tapi oh sayangnya bukan begitu kenyataannya.
Sekolah terlalu mahal. Meski sudah banyak subsidi dari pemerintah yang digelontorkan untuk membuat SPP gratis. Namun sayangnya ternyata masih ada biaya-biaya pungutan lain yang bermunculan tentu memberatkan orang tua siswa juga. Belum lagi makin maraknya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dengan iklan yang membuat orang tua tergiur memasukkan anak kesayangannya bersekolah di sana. Ya ya ya memang kita haruslah bisa bersaing dengan dunia luar karena adanya era globalisasi sehingga bahasa inggris dan mandarin menjadi sesuatu yang patut untuk dikuasai. Orang tua mana sih yang tidak mau memberikan sesuatu yang terbaik untuk anaknya sendiri? Bagi orang tua anak merupakan harapan jadi pastilah orang tua akan berusaha sekuat tenaga untuk menyekolahkan anaknya di 'sekolah bermutu'.
Kurasa sekarang adanya pergeseran makna pada 'sekolah bermutu'. Kini istilah tersebut lebih condong ke sesuatu yang bertaraf internasional dengan pengajaran full inggris dan mandarin. Kini identitas pendidikan Indonesia haruslah dipertanyakan. Visi misi sekolah pun makin bergeser yakni mempersiapkan pribadi untuk bisa bertarung di kancah internsional. Bagaimana mau bisa bertarung di kancah internasional apabila tidak bisa mengerti identitas bangsa sendiri. Sudah seharusnya pendidikan itu bersanding erat dengan budaya itu sudah merupakan pasangan klop yang disesuaikan. Membentuk pribadi yang beraklak dan berbudaya Indonesia dengan pemikiran global dan bertindak lokal. Sepertinya kebangkitan pendidikan Indonesia yang berbasis kultur menjadi sesuatu yang urgent.
Pendidikan Indonesia belumlah merdeka. Masih banyak diskriminasi sana-sini. Pendidikan berjalan diskriminatif untuk pemilik uang, pendidikan menjadi sesuatu yang komersil dengan program-program 'wah' dan menggiurkan. Tak bisa dielakkan kasta pendidikan menjadi eksis dan itu tidak sehat. Contohnya saat saya live in zaman dua tahun yang lalu, aku live in di Dusun Bolo Dukuh, Sidoarjo, Jateng. Kebetulan ibu dam bapak live in ku adalah seorang guru. Suatu hari aku berjalan-jalan ke tempah bapak dan ibu mengajar dan kulihat palang putih dengan tulisan besar-besar: bertaraf nasional. Dengan gedung hijau muda dan lapangan upacara di depannya persis sekolah-sekolah negeri di desa yang sering kita lihat di sinetron-sinetron. Ketika di kota-kota besar sekolah-sekolah mulai berlomba-lomba menulis sekolah mereka bertaraf internasional namun mereka dengan bangga menulis bertaraf nasional.
Pendidikan merupakan bekal anak untuk masa depan. Sudah seharusnya pendidikan pun memihak rakyat dengan harga yang terjangkau dan program-program yang menunjang tumbuh kembang anak. Jangan sampai si kaya dan pintar semakin pintar dan si miskin dan bodoh semakin terbelakang. Janganlah menjadikan pendidikan sebagai bisnis besar-besaran hingga melupakan visi misi penting yang harus diajarkan pada anak, buatlah pendidikan yang adil untuk anak Indonesia. Toh mereka juga yang akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa dan penerus bangsa. Mengapa tidak kita sayang dan pelihara? Itu hak setiap anak atau individu untuk mendapat pendidikan yang adil dan layak.
Lalu lepas dari masa-masa SMA aku mendapat beasiswa ke Taiwan dan kebetulan univ. yang kumasuki juga katolik. Sungguh aku sangat beruntung bisa mencecap pendidikan yang akhirnya bisa membawa aku pada masa-masa ini. Hingga kadang aku berkaca dan melihat betapa begitu banyak orang yang mungkin kurang beruntung atau malah tidak bisa mencecap pendidikan. Pendidikan zaman kini merupakan sebuah kebutuhan manusia untuk hidup yang lebih baik lagi dari leluhurnya. Pendidikan bukan hanya dalam artian sekolah formal TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi namun juga masih banyak 'sekolah-sekolah lain' yang menunjang pendidikan. Kurasa seharusnya pendidikan zaman kini bukanlah sebuah sesuatu barang mahal yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Tapi oh sayangnya bukan begitu kenyataannya.
Sekolah terlalu mahal. Meski sudah banyak subsidi dari pemerintah yang digelontorkan untuk membuat SPP gratis. Namun sayangnya ternyata masih ada biaya-biaya pungutan lain yang bermunculan tentu memberatkan orang tua siswa juga. Belum lagi makin maraknya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dengan iklan yang membuat orang tua tergiur memasukkan anak kesayangannya bersekolah di sana. Ya ya ya memang kita haruslah bisa bersaing dengan dunia luar karena adanya era globalisasi sehingga bahasa inggris dan mandarin menjadi sesuatu yang patut untuk dikuasai. Orang tua mana sih yang tidak mau memberikan sesuatu yang terbaik untuk anaknya sendiri? Bagi orang tua anak merupakan harapan jadi pastilah orang tua akan berusaha sekuat tenaga untuk menyekolahkan anaknya di 'sekolah bermutu'.
Kurasa sekarang adanya pergeseran makna pada 'sekolah bermutu'. Kini istilah tersebut lebih condong ke sesuatu yang bertaraf internasional dengan pengajaran full inggris dan mandarin. Kini identitas pendidikan Indonesia haruslah dipertanyakan. Visi misi sekolah pun makin bergeser yakni mempersiapkan pribadi untuk bisa bertarung di kancah internsional. Bagaimana mau bisa bertarung di kancah internasional apabila tidak bisa mengerti identitas bangsa sendiri. Sudah seharusnya pendidikan itu bersanding erat dengan budaya itu sudah merupakan pasangan klop yang disesuaikan. Membentuk pribadi yang beraklak dan berbudaya Indonesia dengan pemikiran global dan bertindak lokal. Sepertinya kebangkitan pendidikan Indonesia yang berbasis kultur menjadi sesuatu yang urgent.
Pendidikan Indonesia belumlah merdeka. Masih banyak diskriminasi sana-sini. Pendidikan berjalan diskriminatif untuk pemilik uang, pendidikan menjadi sesuatu yang komersil dengan program-program 'wah' dan menggiurkan. Tak bisa dielakkan kasta pendidikan menjadi eksis dan itu tidak sehat. Contohnya saat saya live in zaman dua tahun yang lalu, aku live in di Dusun Bolo Dukuh, Sidoarjo, Jateng. Kebetulan ibu dam bapak live in ku adalah seorang guru. Suatu hari aku berjalan-jalan ke tempah bapak dan ibu mengajar dan kulihat palang putih dengan tulisan besar-besar: bertaraf nasional. Dengan gedung hijau muda dan lapangan upacara di depannya persis sekolah-sekolah negeri di desa yang sering kita lihat di sinetron-sinetron. Ketika di kota-kota besar sekolah-sekolah mulai berlomba-lomba menulis sekolah mereka bertaraf internasional namun mereka dengan bangga menulis bertaraf nasional.
Pendidikan merupakan bekal anak untuk masa depan. Sudah seharusnya pendidikan pun memihak rakyat dengan harga yang terjangkau dan program-program yang menunjang tumbuh kembang anak. Jangan sampai si kaya dan pintar semakin pintar dan si miskin dan bodoh semakin terbelakang. Janganlah menjadikan pendidikan sebagai bisnis besar-besaran hingga melupakan visi misi penting yang harus diajarkan pada anak, buatlah pendidikan yang adil untuk anak Indonesia. Toh mereka juga yang akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa dan penerus bangsa. Mengapa tidak kita sayang dan pelihara? Itu hak setiap anak atau individu untuk mendapat pendidikan yang adil dan layak.