Aku selalu protektif dengan hari Mingguku. Aku ingin bisa
menikmatinya pelan-pelan saja, tidak terburu-buru, tidak perlu mandi kepagian,
masih mengenakan pakaian rumah yang belel, minum teh hangat di balkon dan
membaca. Aku selalu ingin bisa menikmatinya dengan lambat-lambat di tengah
orang terdekat dan kusayangi. Mendengarkan cerita keseharian mereka selama
seminggu, makan siang bersama, dan bertukar cerita tentang rencana dan mimpi
mereka.
Terkadang kita selalu lupa akan hal-hal remeh temeh yang
kita punya karena dianggap sudah terlalu biasa, sehari-hari dan mudah
didapatkan. Tanpa kita tahu bahwa hal-hal yang kecil-kecil itulah yang menyusun
kehidupan kita. Ternyata memiliki percakapan itu adalah hal yang mahal untuk
dimiliki seseorang. Setiap orang bisa memiliki percakapan, namun tidak
esensinya. Pengalaman yang berbeda, menciptakan keharuan bahwa langkah yang
baik adalah dengan jujur dan mengkomunikasikan dengan baik. Apapun itu. Itikad menginginkan
semuanya gamblang, jernih dan dibutuhkan kerendahan hati untuk menurunkan ego.
Dari percakapan yang tepat kamu akan menemukan perasaan lega
luar biasa. Ada proses sembuh yang dilalui dan kesadaran pun muncul: bahwa
perjalanan masih panjang. Kesigapan tetap diperlukan; dengan sudut pandang
berbeda. Semua mengalir tak pernah sama. Lalu aku jadi tersadar bahwa aku pun
akan terus berbeda dari aku yang kemarin. Aku berubah dan bertumbuh. Keabadian
menjadi konsep dan bukan milik kita. Jalan yang ditempuh panjang, berliku, dan
tentu tak mudah. Namun, lihatlah jalan ini dan pepohonan di sisi-sisinya tetap
hidup, tumbuh, rindang, dan hijau. Kira-kira siapakah yang setia melindungi dan
memelihara?