Kaohsiung, 2012 |
Beberapa hari lalu saya terbangun pagi dan teringat akan lagunya Diana Krall - The Look of Love yang sering saya dengarkan berhari-hari saat winter di Taiwan. Akhirnya saya setel keras-keras di pagi hari yang mendung itu menemani saya mandi, berdandan, sarapan dan bersiap-siap berangkat ke kantor. Rasanya rindu setengah mati dengan Kaohsiung, Taiwan.
Masih bisa saya rasakan ubin dingin di saat winter pada saat pagi hari saya terbangun. Terhuyung dengan kepala nyut-nyutan karena semalaman begadang menulis thesis. Dari mulai Miles Davis, Diana Krall, Stevie Wonder, hingga Efek Rumah Kaca menemani saya terjaga. Betapa saya mengingat episode saya keluar kamar melewati lorong dorm yang gelap dan dingin menuju ruang jemur pakaian untuk mengambil air minum hangat. Teringat jelas bunyi mesin dispenser yang naik turun atau terkadang sering kesetrum karena dispensernya dari alumunium. Lalu tangan sedikit ketumpahan air super panas hingga mau tak mau kantuk pun hilang. Lalu buru-buru menutup jendela karena udara dingin yang menyusup kencang. Beranjak ke ruang TV dan menonton ditemani teh hijau hangat. Duduk bengong melihat layar TV, hingga satu persatu anak dorm bangun karena matahari semakin tinggi dan angin dingin yang masih berseliweran. Rasa-rasa gamang akan kegelisahan thesis dan masa depan yang bagaimana entah. Serta cinta yang datang dan dinikmati diam-diam. Kembali menyadari bahwa perasaan seperti buku lama yang saat dibaca kembali kita akan tetap mengingat rasanya. Bahwa banyak kejadian yang terlupakan namun ada juga ingatan yang tetap tinggal.
Diri kita ini pasti berubah sekaligus tetap sama, saya tetap adalah gadis kecil yang selalu gelisah apabila merek bajunya tidak digunting sebelum digunakan. Saya tetap adalah gadis kecil yang tidak bisa tidur nyenyak apabila tidak ada bantal kesayangan saya. Seolah banyak major minor details yang memang membangun dan membentuk diri kita. Satu persatu sekecil apapun itu. Tentang ingatan-ingatan yang tinggal, akan pengalaman yang membekas, akan perasaan-perasaan dan ketakutan-ketakutan.
Seminyak,2015 |
Tidak akan ada yang diambil dari diri ini, dia akan tetap tersimpan di sebuah labirin. Seperti cinta yang melelahkan, perjuangan yang dimulai dan diakhiri dengan tanda tanya, keremukkan sana sini yang harus dibereskan, luka-luka yang harus diperban dan berbagai perubahan bentuk hingga berubah wujud. Terpindah ke container yang berbeda dan sebuah kata "capek" yang bukan sekedar cuma-cuma. Lalu kelopaknya berguguran mengikuti musim dan menunggu dengan setia akan datangnya musim semi.
Membaca setiap pertanda di persimpangan jalan dan tetap maju di jalan yang sepi tanpa ada pejalan kaki. Melewati berbagai tempat dan musim. Mengunjungi tempat asing dan wajah baru dengan berbagai nama. Nyatanya kita tetap menunggu meski waktu melambat mempermainkan kita. Menguji tiap sabar dan ketulusan. Atau mencari arus baru meski pasang laut kian meninggi. Namun saya akan tetap keras kepala berenang-renang dan mengasihi lautan. Mencari dan menunggu di saat yang bersamaan. Seperti mencari kaos kaki hilang sebelah dan menemukannya di tempat tak terduga.