Ini pasti adalah kegilaan yang tidak bisa lagi dipendam
terlalu lama. Seperti penyakitan yang tidak sembuh-sembuh, seperti kesedihan
yang berminggu-minggu, seperti tersesat di sebuah hutan lebat, seperti musiman
penantian, seperti patah hati yang berulang-ulang, seperti meminta ditahirkan
hanya untuk bisa menjadi pulih. Namun tidak bisa. Abnormal. Layaknya mutan,
layaknya alien, layaknya metamorfosis yang tidak selesai. Teralienasi dari
sekitarnya.
Berjalan bersisian dalam kabut, memaksakan diri
untuk terjaga, untuk melihat dan tidak terjatuh. Berjalan dengan amarah pada
diri sendiri karena kerap salah jalan dan salah tikungan. Membenci diri sendiri
karena sedemikian tidak dewasanya dan selalu melakukan banyak kesalahan di sana
sini. Lalu kealpaan untuk bisa bersyukur. Mengapa kamu tidak bisa menjalani
hidup yang biasa-biasa saja seperti orang lain. Ya, seperti orang normal
biasanya yang bekerja kantoran, lalu menikah, lalu kawin, lalu beranak, lalu
tua, lalu pesan tanah untuk kuburan diri sendiri. Seharusnya bisa sesimple itu
alurnya. Cukup dengan bersyukur di sisi waktu dan dijalani sampai selesai. Sudahlah
tidak usah tengok sana-sini, bermain angin di sisi jalan dan berbelok ke
tikungan jalan lain melihat pemandangan di kanan kiri. Seharusnya kamu berjalan
lurus saja seperti orang lain biasanya. Seperti apa yang digariskan oleh tuhanmu. Tidak perlu keseringan marah-marah dan bersedih karena kamu sendiri yang
memilih jalan berkelok ke sana. Kamu sendiri yang memilih untuk mencari jalan
lain, jalan lain yang penuh liku. Salahkan dirimu sendiri yang sebegitu keras
kepalanya tidak mengambil jalan biasa saja seperti orang kebanyakan. Salahkan
dirimu yang tidak ingin bermain di garis aman. Salahkan dirimu yang sedemikian
tololnya untuk bermain bahaya. Menjawab semua panggilan.
Seharusnya kamu menyerah saja untuk menjadi apapun
dalam hidup ini karena katanya pada akhirnya kamu hanya akan bisa berbuat
sedikit dan katanya juga hanya beberapa orang saja yang bisa mengubah dunia. Dan
tentu bukan kamu salah satunya. Ide itu terlalu besar untuk kamu.
Seharusnya kamu menyerah saja menjadi idealis, malu
dengan umur dan masih saja tinggal dalam duniamu sendiri. Asyik merancang ini
itu. Sudahlah, segala yang kamu pikirkan idealnya tidak akan terwujud karena
kita haruslah hidup realistis dengan segala terukur dengan jelas.
Seharusnya kamu menyerah saja menjadi pekerja
sosial. Hari gini jadi pekerja sosial, menolong diri saja tidak bisa. Dunia ini
diperlukan uang bahkan dalam menolong orang lain, mereka lebih membutuhkan ‘mentahnya’
saja. Sudahlah kau buang-buang tenaga membuat dunia ini menjadi lebih baik
lagi. Kau lebih baik memikirkan diri sendiri dan mencoba bertahan untuk hidup.
Beli rumah yang besar kek, beli mobil lima kek, beli villa di mana kek, bekerja
yang normal saja seperti orang kebanyakan. Sudahlah.
Seharusnya kamu menyerah saja membuka usaha sendiri.
Tidak balik modal. Daganganmu tak laku, lihat berapa pengunjung yang datang
hari ini? Kamu sudah kalah dari segi apapun. Sudahlah tutup saja dan bekerja
yang normal saja seperti orang kebanyakan. Dapat gaji pasti setiap bulan tidak
perlu khawatir hari ini ada pengunjung atau tidak, pasaran bagaimana, sudahlah. Lihat kau sudah
banyak merugi menggunakan tabunganmu sendiri.
Seharusnya kamu menyerah saja menjadi penulis. Idemu
habis kempis dimakan ngengat. Inspirasimu itu-itu lagi. Dan lihat haduh, siapa
juga yang membaca tulisanmu? Oh kamu punya blog? Oh ya? Memang ada yang
berkunjung dan membaca? Tidak ada kan? Sudahlah lebih baik kamu menyerah saja.
Tulisanmu tidak ada yang baca, alur ceritamu membosankan, gaya penulisanmu
tidak menarik dan keseringan kalah lomba menulis sudah menjawab semuanya kan?
Sudahlah buat apa lagi kamu mencoba membuat buku? Hanya akan menjadi buku
diskonan lima rebuan di akhir tahun dan ditumpuk menjadi susunan rak paling bawah
ditutupi buku penulis lain. Sudahlah buat apa jadi penulis? Membuang-buang
waktumu saja.
Lihatlah seberapa banyak bisikkan kanan kirimu atau
bahkan kepalamu sendiri. Seolah tidak ada yang mampu untuk meraih keinginannya
apapun itu. Lalu kamu terus berjuang, terus berjuang, terus berjuang namun
tidak menemukan pintu yang memang khusus dibukakan untukmu sendiri. Lalu kamu
berusaha, terus berusaha, terus berusaha, bertahan, bertahan namun ada saatnya
kau lepas pegangan. Seberapa banyak keteguhan hati yang harus kita investasikan
untuk sebuah keinginan dan mimpi? Kapan pada akhirnya kita harus tahu diri
untuk menjadi cukup dan memutuskan untuk tidak lagi mengejar mimpi kita? Karena
barang kali memang Tuhan tidak menciptakan kamu untuk menjadi apa yang kamu
mau. Mungkin kamu adalah seorang pengejar mimpi seumur hidupmu, tanpa pernah
bisa mencapainya?
Sampai di titik mana kamu akan berhenti dan menjadi
menyerah pada keadaan? Karena kamu kini merasa sudah terlalu terlambat untuk
melakukan ini itu. Memang hal yang tersulit adalah untuk memutuskan berhenti
dan tidak lagi mencoba. Adalah posisi di mana melepaskan dan meninggalkan suatu
hal menjadi sebuah awal dan akhir dalam sebuah perjalanan seseorang.
Kamu tidak akan mati apabila melepaskan mimpimu
namun kamu tidak akan hidup. Mungkin kamu berada di ketiadaan. Kamu tidak mati
dan tidak hidup. Kamu di tengah-tengah saja, suam-suam kuku, tidak panas tidak
dingin. Dan kamu akan mulai kehilangan makna sendiri.
Pencarianmu tidaklah benar-benar selesai, pekerjaanmu
tidak akan pernah rampung, pergulatanmu tidak akan pernah berakhir, ketakutanmu
tidak akan pernah pudar, cintamu tidaklah terus menerus manis gula-gula kapas,
penantianmu akan berganti menjadi sebuah kebiasaan menanti. Namun kau terus
berjalan. Kau terus berusaha. Kau terus berjuang. Kau terus bertahan. Hingga
hatimu teruji.
Ketika malam hari menjadi sebuah ruang dirimu untuk
merancang, merencanakan, menulis hari depan. Ketika malammu menjadi sebuah
teman dan monster yang mengintai ketakutanmu di pagi hari. Ketika menjadi
dewasa artinya adalah bertanggung jawab atas hidupmu, atas segala pilihan
hidupmu, atas segala konsekuensi yang ada, atas segala nafas hidupmu. Di suatu malam yang kesekian, kembali berhadapan
dengan diri sendiri, apa lagi yang mau kamu sangkal? Ke mana lagi bisa kamu
melarikan diri dari isi kepalamu sendiri yang riuh? Bagaimana lagi bisa kau
selipkan kelegaan di sana? Kecuali kamu pada akhirnya mengikuti kata hati dan
menjawab semua pertanyaanmu sendiri. Lalu kau pun bertumbuh lebih kuat dari
hari kemarin. Lebih rindang dari musim sebelumnya. Hingga yang ada hanyalah
waktu yang bergulir. Dan tanpa kau sadari kau mulai mampu menyelam ke
kedalaman.