pic: google |
Pernah dengar sebuah pribahasa jawa yang kira-kira bunyinya begini, 'Irup mung mampir ngombe'? Kalau diartikan ke bahasa Indonesia jadi begini ' Hidup hanya mampir minum.' Mengapa minum? Pastilah ada falsafah jawanya, tapi kalau saya boleh sok tahu dengan otak saya yang seiprit ini mungkin maksudnya hidup ini terlalu singkat, terlalu sebentar.
Minum itu sifatnya menyegarkan. Coba saja bayangkan ketika kita selesai jogging. Berkeringat, panas, terengah-engah, pegal, lelah dan sudah pasti tenggorokan kering. Pasti kita ingin minum. Dan sudah bisa ditebak bahwa proses minum ini terjadi hanya sepersekian detik saja... glek..glek...glek... lalu sudah. Lalu dahaga pun hilang seketika. Ada momen menyegarkan pada saat kita minum.
Akhir-akhir ini saya mendengar banyak berita sana sini tentang keluh kesah teman-teman saya akan hidup yang sedang dijalaninya. Tidak usah jauh-jauh, saya pun demkian. Mengeluh ini itu anu. Lalu curcol di blog panjang pendek sampai saya jadi super rajin ngeblog karena ingin mencari pelarian sendiri. Memang kita ini cuman manusia biasa yang mau saja terus menerus jadi budak keinginan. Saya sih menyadari betul kalau saya demikian. Saya sering mengeluh, sering merasa apa yang saya jalani sekarang ini tidak sesuai dengan keinginan saya. Ya terus? Mengapa hanya mengeluh saja namun tidak melakukan apa-apa?
Kalau kata Ibu saya, saya itu omdo, omong doang. Tapi memang berbicara itu lebih mudah dan lebih enak dari pada melakukan sih ya. Dan celakanya itulah yang kiranya harus diubah. Entah saya mengubah agar tidak jadi NATO atau saya sepenuhnya menerima. Itu dua-duanya pilihan yang bisa saya pilih satu sesuai kebutuhan.
Mbak Mega
Di tengah stress di kantor, dari pada saya ngobrol ngalor ngindul dengan teman kantor, saya lebih suka jalan ke toilet. Mengapa toilet? Karena saya butuh peregangan kaki dan pantat agar setidaknya bergerak sedikit. Di toilet saya suka sekali bernyanyi, joget atau ngomong sendiri, tentu kalau tidak ada orang. Toilet sudah seperti oasis di padang gurun.
Di toilet kantor, ada karyawati yang suka membersihkan toilet namanya Mbak Mega. Apa yang spesial dari Mbak Mega? Saya merasa dia seorang karyawati yang bertanggung jawab dengan tugas-tugasnya. Kalian bayangkan deh, membersihkan toilet setiap hari di dua lantai dan bisa dibayangkan toilet itu digunakan banyaaak orang. Apalagi toilet perempuan, sampah tissue, pembalut, tumpahan make up ada semua komplit di toilet. Namun ajaibnya toilet kantor saya itu selalu bersih, apik, tidak becek, sampah tidak berserakan dan wangi. Hebat tidak? Iya, itu yang mengerjakan Mbak Mega sendiri. Saya merasa dia hebat sekali, menjalankan tugas sebaik-baiknya dengan segenap tanggung jawab, lalu setiap kali saya ke toilet Mbak Mega sedang mengepel sambil senyum-senyum. Antara memang ramah atau pusing lihat kelakuan saya yang pecicilan di toilet.
Tidak banyak orang yang bisa demikian, saya pun masih jaaaauuuhhhhhh...rasanya. Saya belum tentu dengan senyum-senyum mengerjakan tugas sebaik-baiknya, pasti saya kerjakan sebaik-baiknya dengan bonus muka bete lalu memasang senyum pembawa luka. Mengambil keputusan untuk merubah atau menerima sepenuhnya keadaan yang tidak enak memang sialan banget dan tidak enak. Sering kali saya dengan serba ingin cepat sampai ke 'tujuan' saya dan keinginan saya, generasi instan sih katanya.
Minum
Kalau seandanya hidup ini hanya numpang minum, berarti hidup ini hanya sebentar, seharusnya saya lebih aware dong dengan segala senti hidup saya. Seharusnya saya lebih sering merayakan kehidupan, senangnya dan susahnya. Lalu saya lebih menikmati alunan ombak hidup saya. Toh hidup cuman sebentar, ya kan? Sayang penerapannya sulit sekali. Tapi bisa dicoba, barangkali. Kita ini hanya makhluk titipan, bisa langsung tiba-tiba 'di-booking' Tuhan kapan saja. Saya dan kamu hanya titipan di dunia. Sehingga relevan kalau saya bertanya kepada kamu, 'Hidup seperti apakah yang kamu pilih?'
Saya tahu sih hidup ini cuman numpang minum, tapi minuman seperti apa yang ingin saya minum? Perlukah saya minum? Itu kembali lagi pada diri sendiri, ya kan?