Saya punya cerita yang menarik sekali untuk diperbincangkan. Jadi begini ceritanya, akhir-akhir ini sering kali saya memperhatikan perlakuan teman-teman saya, baik yang laki-laki maupun perempuan. Saya jadi sadar bahwa kecantikan perempuan itu selalu saja menjadi bahan pembicaraan tapi dengan sudut pandang yang berbeda. Bagi teman-teman laki-laki saya kecantikan perempuan itu sebagai objek, sedangkan bagi teman perempuan saya kecantikan perempuan itu menjadi subjek.
Kenapa yah, menjadi suatu kebutuhan terpendam bagi perempuan (termasuk saya) untuk dibilang cantik dan diakui kecantikannya oleh laki-laki? Kenapa coba? Saya makin gerah dengan kebutuhan 'penting' ini. Dan kenyataan itu melekat hadir di kehidupan sehari-hari. Seolah itu menjadi suatu ego yang musti ditanyakan terus menerus tidak ada habis-habisnya. Sebenarnya adakah yang lebih penting selain menjadi cantik?
Seharian ini saya berpikir, mengapa kecantikan perempuan itu diukur dari sudut pandang laki-laki yang akhirnya lalu dijadikan sebagai tumpuan nilai 'cantik' di masyarakat. Bahwa yang cantik itu yang begono begini, lalu jika misalnya perempuan ini tidak begono dan begini bagaimana? Lalu akhirnya di otak perempuan tersimpan sebuah gambaran kalau 'nilai cantik' itu yang putih mulus, rambut panjang lurus, mancung, kurus, berpayudara besar, berpantat bulat dan sebagainya. Gawatnya lagi, kalau media, seperti televisi, majalah, dan iklan yang mulai memasarkan definisi cantik ke masyarakat, padahal maksud lain media itu adalah memasarkan prodak mereka agar bisa laku di pasaran. Wahai perempuan sekalian, kita dijebak mentah-mentah!
Misalnya yah, saat itu ada perempuan cantik sedang jalan, lalu dia menyenggol teman laki-laki saya dan teman saya ini kaget karena dia sedang bawa gelas minum teh yang nyaris tumpah. Lalu serta merta teman laki-laki saya nyeletuk: "Untung cantik, kalo enggak udah gua maki-maki." Saat itu sih saya ketawa-ketawa aja, tapi dalam hati saya berpikir: Oh jadi harus jadi cantik dulu yah biar dimaklumin kalo gak sengaja nyenggol?
Inikah yang diinginkan perempuan untuk menjadi cantik agar bisa mendapat pemakluman yang sering kali didapatkan oleh 'si cantik-cantik' ini? Hingga tanpa kita sadari, kita perempuan hanya ingin menjadi cantik saja tanpa ingin keinginan-keinginan lain yang kiranya lebih ke karakter dan talenta. Kalau seandainya benar begitu. Kasihan.
Pernah ada sebuah tulisan yang kebetulan saya baca di CNN. Saya juga bukan penggemar gembira CNN yang selalu mengikuti setiap beritanya tapi kebetulan saya suka liat-liat cepat dan menemukan sebuah opini bagus mengenai gender. Ditulis kalau si penulis ini seorang ayah yang prihatin dengan pola didik sekolah yang membeda-bedakan jenis kelamin. Kalau laki-laki diberi penghargaan yang sifatnya skill seperti pemain terbaik sepakbola, sedangkan perempuan diberi penghargaan yang sifatnya penampilan seperti best dress. Mengapa ada perbedaan yang nyata di sini? Mengapa pria mendapatkan penghargaan karena keahlian dan talenta yang dia punya, sedangkan perempuan diberikan penghargaan karena penampilan dia. Penampilan dan perempuan sepertinya masih melekat sampai sekarang. Tidak bisa dipisahkan.
Manusia itu tidak hanya tubuh tapi juga ada akal budi, ada jiwa, ada hati dan ada talenta. Tubuh itu sifatnya fana. Tapi akal budi, jiwa, hati dan talenta itu yang akan manusia bawa sampai liang kubur. Itu yang menjadi sebuah 'alat' di kehidupan untuk bisa menjadi manusia yang bebas dan berguna bagi manusia yang lain. Bahwa jika hanya ada tubuh saja itu mati. Dan ketika menjadi cantik saja tanpa akal budi, jiwa, hati, dan talenta itu kosong.
Sekarang pertanyaannya apakah menjadi cantik itu salah? Menurut saya itu tidak salah. Saya juga 'seneng-seneng aja' kalau dibilang cantik. Namun kembali lagi pada sebuah pertanyaan perspektif: menjadi cantik seperti apa yang saya inginkan?
Saya ogah menjadi cantik kalau pada akhirnya saya harus mengikuti keinginan masyarakat bahwa cantik itu begono begini. Karena percayalah saudara-saudara, nilai-nilai yang ada di masyarakat itu kadang hilang kemanusiannya dan entah otaknya di mana. Saya ogah menjadi cantik jikalau saya sebagai pribadi hanya dinilai dari penampilan saja dan saya harus manut dengan opini mereka: bahwa pekerjaan perempuan adalah menjadi cantik. Saja.
Saya ingin menjadi cantik, jikalau saya tidak perlu mengikuti keinginan laki-laki untuk mengubah ini itu di tubuh saya hanya karena menurut dia itulah definisi cantik. Saya ingin menjadi cantik, jikalau saya tidak perlu memikirkan penampilan saya melulu dan saya bisa dihargai karena pemikiran saya dan karya saya.
Hingga akhirnya saya sampai pada pemikiran bahwa terkadang perempuan harus sadar dengan keperempuanannya bahwa menjadi cantik melulu tidak akan membawa perempuan ke mana-mana karena perempuan bukan objek seksual dan sekali lagi perempuan harus sadar bahwa tubuhnya adalah miliknya, bukan milik society. Hingga society tidak punya hak untuk menghakimi tubuh perempuan. Dan menurut saya perempuan harusnya berani untuk mau dan mampu mempertanyakan ke-eksistensinya sebagai manusia: Kalau kamu hidup sebenarnya untuk apa?