Semakin gencar saya menulis menandakan saya berada pada taraf stress yang makin intens. Saya baru menyadari pola tersebut. Ketika saya mulai merasa semerawut, menulis bisa meredakan segalanya sampai tuntas, layaknya iklan obat pencahar agar buang air besar lebih lancar. Mungkin ini yang orang bilang: selalu ada hikmah dibalik bencana. Yaaaa.... barangkali hikmah dari ini semua adalah blog saya penuh lagi dengan curhatan saya. Yaaaayyy!
Di tengah aktivitas padat hingga terkadang menarik nafas pun terlupa, saya makin merasa sense saya untuk memperhatikan sesuatu yang sensitif dan detail semakin menumpul. Serasa saya mulai melihat bahwa hidup kita itu yaaa... begini-begini saja, tiga dimensi, tanpa menahu bahwa ada banyak dimensi lain di luar akal sehat kita. Terkadang sesuatu yang terus menerus itu bisa membuat kita terbiasa padahal itu jelas tidak biasa, saudara-saudara!
Jadi ceritanya begini, hari ini hari yang biasa, pagi yang biasa, sarapan yang biasa, dengan perasaan tumpang tindih yang tidak biasa. Membuat saya yang biasanya bangun segar dengan kilauan sinar mata penuh cinta *aseeek*, kini saya letoy tak berjiwa. Sepertinya rutinitas sudah menghianati saya mentah-mentah, memakan jiwa muda saya hidup-hidup tanpa ampun dan kini saya hanya ditinggalkan tulang dan kentut. Bagaikan dementor yang menghirup kebahagiaan saya, hingga saya bisa merasa lack of love.
Efeknya, saya menjalani hari ini sebagai suatu hari biasa bukan sebuah anugerah kalau saya masih diberikan nafas gratis oleh Tuhan. Dan saya kian merasa bahwa saya bangun pagi hari karena sudah layak dan sepantasnya. Saya lupa kalau saya ini manusia biasa yang jiwa dan raganya milik Tuhan hingga saya bisa 'lewat' kapan saja semau Dia.
Lalu yang menarik adalah di hari yang luar biasa 'biasa' ini ada pelajaran sejarah yang super boring malesin. Tapi entah dengan apa dan bagaimana, hari ini topik pembicaraannya sangat menarik yakni: Sebutkan tiga tempat yang kalau kamu ke sana, kamu akan merasa senang bak di surga. Lama saya berpikir dan mengingat-ingat tempat yang mampu memberikan rasa. Akhirnya saya menjawab: rumah, gereja dan perpustakaan. Dalam otak saya mulai mencari-cari apa yang paling menarik dari tempat ini, ternyata jawabannya yang muncul dari pemikiran saya adalah ada sebuah 'rasa'. Tempat-tempat ini selalu muncul di fase kehidupan saya dan mengambil andil yang cukup besar dalam pertumbuhan pribadi seorang Metta.
Rumah
Di mana tinggal orang-orang tercinta; keluarga saya. Di mana saya dibesarkan dengan penuh cinta. Di mana saya selalu bisa pulang kembali dan pintu rumah selalu terbuka lebar menerima saya. Rasanya ada perasaan aman, ketika kita tahu bahwa ada suatu tempat yang selalu menerima kita untuk kita pulang dari pergi jauh.
Gereja
Di mana tanpa Dia tentu tidak akan ada saya yang sekarang. Bahwa saya ini hanya kecil di tengah keluasan Dia, bahwa saya ini terbatas tapi Dia tetap ada di manapun saya berada. Dia yang selalu bisa dicari dan ditemui di kedalaman hati dan selalu setia setiap saat seperti di iklan Rexona.
Perpustakaan
Di mana saya duduk ansos dari dunia luar dan asyik tenggelam dengan buku-buku. Berkomunikasi searah antara hati dan otak, yang kerap kali bertengkar. Di mana saya mampu berjam-jam duduk membaca sambil berpikir ini dan itu, menerawang jauh ke depan.
Lalu si Bapak Guru menjelaskan, suatu tepat yang memberikan 'rasa' pada kita akan selalu kita ingat dan tersimpan sadar atau tidak. Seberapa pun lamanya itu. Karena bagi manusia bahasa perasaan itu bahasa yang paling mudah disampaikan dan dicerna. Hingga terkadang saat kita pergi ke suatu tempat baru dan ternyata kita menemukan kembaran rasa dengan tempat familiar yang kita sukai, sudah pasti kita akan jatuh cinta dengan tempat itu. Apalagi apabila tempat itu memiliki bau yang sama. Lima indera kita mempunyai andil yang besar untuk perasaan kita. Itulah gunanya dan pentingnya indera.
Ternyata selama ini saya tersedot oleh lingkaran rutinitas yang menumpulkan rasa-rasa. Saya pikir ada bagusnya bagi kita untuk bisa lebih perasa dalam rasa-rasa. Karena sekalinya kita membuka hati pada berbagai rasa dalam hidup, dijamin tiap hari akan berbeda dan jauh dari kata 'biasa'. Lalu sampai titik tertentu, kita bisa mundur kembali dari kesibukan kita dan bersyukur karena hati kita tidak disfungsi dengan keindahan di sekitar kita. Boleh nih dicoba! :))